Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Perwira (6)

Selasa 19-04-2022,12:00 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Sekali-kali ketiga pemimpin kelompok itu melempar tatap mata curiga pada Toh Kuning dan Jerabang. Meskipun tahu apabila mereka sedang diawasi, namun Toh Kuning dan Jerabang tetap bersikap biasa saja. Keduanya cukup mampu menahan diri agar tidak melakukan perbuatan yang mencurigakan. “Apakah kau melihat kedua orang yang mengambil meja di belakang?” bertanya seorang  dari mereka. “Ya,” jawab seorang kawannya, ”mereka seperti orang-orang lainnya.” “Benar, mereka seperti kebanyakan orang lain,” berkata orang pertama lalu, ”hanya saja aku rasanya pernah melihat salah seorang dari mereka berdua.” Kedua kawannya bertukar pandang dengan dahi berkerut, lalu mereka sekilas memperhatikan gerak gerik Toh Kuning dan Jerabang. “Di manakah kau bertemu dengan mereka?” tanya orang yang memakai gelang emas di lengan kirinya. “Bukan mereka tetapi satu dari mereka. Aku tidak dapat mengingatnya dengan pasti di mana kami bertemu,” jawab orang pertama, ”tetapi rasanya, semoga tidak salah,  itu terjadi ketika kelompok kami diserbu di Alas Kawitan.” “Apakah kau tertangkap waktu itu?” orang bergelang emas itu mendesak. “Ya,” orang pertama itu memandang Toh Kuning dengan dahi berkerut, ”dan aku dibebaskan setahun yang lalu.” Kedua kawannya menatap lurus padanya. Lalu ia berkata lagi, ”Aku tidak begitu yakin sebenarnya. Tapi sudahlah, andai ia memang benar pernah aku lihat di Alas Kawitan berarti ia seorang penjahat.” “Mungkin saja,” kata orang bergelang emas, ”seperti kita semua yang juga pernah menjadi orang jahat.” Lalu ketiganya kembali tenggelam menikmati makanan dan minuman di siang hari yang cukup terik. Ketika Toh Kuning mendengar Alas Kawitan dan seseorang terdengar seperti mengenalinya, maka Toh Kuning merenung untuk sesaat. Kemudian ia berkata pada dirinya sendiri, ”Jika ia adalah pengikut Ki Ranu Welang, mungkin ia tidak akan mengenaliku terlalu dekat. Meski begitu keberadaannya di tempat ini harus tetap mendapat pengawasan.” Selanjutnya Toh Kuning tidak mendengar perkataan yang dapat dijadikannya sebagai petunjuk untuk menyelidiki peristiwa Bukit Katu. Agar tidak menjadi kecurigaan dari orang-orang yang sedang diintainya, Toh Kuning dan Jerabang bergegas mengakhiri keperluannya. Toh Kuning segera berjalan keluar kedai dan membawa kudanya menjauh. “Apakah mungkin mereka adalah orang-orang yang membantai para prajurit Kediri, Toh Kuning?” bertanya Jerabang saat mereka membeli wedang jahe dan kelapa manis di bawah pohon beringin besar yang tumbuh di dekat tugu kecil batas pedukuhan. “Tidak mudah untuk menjawabnya. Jika kita menilai dari pakaian dan sikap mereka yang kasar tentu saja kita telah berbuat salah,” jawab Toh Kuning. Ia bergeser tempat duduk lalu berkata, ”Pedukuhan ini adalah wilayah tenang. Begitu pula Tumapel sekalipun Akuwu Tunggul Ametung dikabarkan sering bersikap melebihi raja, namun kita tidak dapat melakukan tindakan yang membahayakan siapapun.” Kemudian ia bergumam, “Persoalan ini mempunyai kekhususan tersendiri. Agaknya Ki Rangga Gubah Baleman berharap agar kita dapat menguak tabir tanpa membuat kekacauan di permukaan. Sehingga penduduk tidak mengetahui apa yang sedang terjadi hingga persoalan telah tuntas diselesaikan.” Jerabang mengerti jika kesalahan dalam mengambil keputusan tentu akan menyinggung kehormatan Tumapel. Akuwu Tunggul Ametung akan merasa dilecehkan karena tidak ada yang melaporkan kegiatan para prajurit Kediri yang sedang dalam tugas khusus. Sehingga apabila kehadiran mereka kemudian diketahui olehnya, maka Tunggul Ametung akan mengerahkan prajuritnya secara terang-terangan. Dan para prajurit satuan khusus akan mengalami kesulitan untuk melakukan rencana mereka lebih lanjut. Apalagi jika Tunggul Ametung menjadi marah dan memutar balik kenyataan dengan menuding prajurit Kediri telah bersikap semena-mena di wilayahnya, maka Sri Baginda Kertajaya akan dengan mudah membubarkan satuan khusus. (bersambung)      

Tags :
Kategori :

Terkait