Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Sampai Jumpa, Ken Arok! (16)

Minggu 10-04-2022,06:00 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Serangan yang datang tiba-tiba itu memaksa Toh Kuning melontarkan tubuh surut beberapa langkah. Tetapi Mahesa Wunelang tidak membiarkan lawannya berdiri bebas untuk menyusun ulang olah geraknya. Dengan loncatan panjang ia menerjang disertai satu pukulan yang kuat. Toh Kuning menangkis serangan itu dengan memukul landean tombak Mahesa Wunelang. Demikianlah pertempuran itupun menjadi semakin sengit dan Toh Kuning pun semakin ganas menyerang. Namun Toh Kuning seperti telah melupakan keadaan dirinya. Ia mengabaikan daya tahan ragawinya. Setelah semalam ia bertempur membantu pengikut Ki Ranu Welang, kemudian ia melawan Mahendra yang cukup hebat mempertahankan diri, kini Toh Kuning berhadapan dengan Mahesa Wunelang yang berada jauh di atas Mahendra. Awalnya ia tidak menghiraukan rasa lelah yang menderanya, namun ia sekarang merasa ia mulai mengalami penurunan meskipun tidak terlalu banyak. Keinginan Toh Kuning untuk mewujudkan sesuatu yang dianggapnya sangat besar telah membuatnya abai dengan keadaan. Mungkin cita-cita Toh Kuning terdengar aneh bagi banyak orang tetapi ia adalah pemuda yang gigih. Bukan sebuah hasrat pada kebendaan atau kedudukan, Toh Kuning hanya ingin menginginkan kesejah-teraan bagi orang-orang di luar kotaraja. Setiap kali ia melihat prajurit dan para petinggi kerajaan, setiap kali itu pula ia memendam kemarahan yang tumbuh serentak dengan tujuannya. “Mengambil harta benda orang-orang kaya bukanlah perbuatan jahat apabila aku membagikannya pada banyak orang,” ucapnya pada sebuah masa yang lewat. Dalam waktu itu Ken Arok dapat menerima pendapatnya tanpa bantahan karena ia berpikir sama dengan karibnya itu. Toh Kuning berkeinginan sangat kuat. Ia memilih padepokan terbaik dengan guru terbaik dan Toh Kuning adalah murid terbaik Begawan Purna Bidaran. Dalam pikiran awalnya, mengajak Ken Arok lalu menggunakan pengaruh Ranu Welang adalah jalan yang paling mudah dilakukannya. Dan ia berhasil mewujudkannya sebagai langkah pertama, bahkan ia telah menunjukkan kemampuan untuk memadukan kemampuan Ken Arok dengan kekuatan yang dimiliki Ranu Welang. Mahesa Wunelang memiringkan badan menghindari sabetan keris Toh Kuning. Dengan sisa tenaga yang ada, Toh Kuning masih berupaya untuk tetap bertarung pada batas tertinggi ilmunya. Keduanya saling melibat dan saling menggulung dengan sepenuh tenaga. Keadaan sekeliling mereka telah senyap dari pertempuran. Penglihatan tajam Mahesa Wunelang telah membaca gelagat yang dialami Toh Kuning, namun ia tidak ingin berlaku ceroboh karena keris Toh Kuning masih sangat berbahaya. Ketika Mahesa Wunelang menggeser langkah ke samping, keris Toh Kuning menggelepar cepat dan berputar lalu tiba-tiba menusuk dadanya. Namun Mahesa Wunelang cepat meloncat surut dan menggandakan kekuatannya membalas serangan Toh Kuning. Malang bagi Toh Kuning yang tiba-tiba merasa berat untuk melanjutkan perang tanding  atau beralih ke rencana lain : menyerahkan kemenangan. Ia menghimpun tekad menghadapi Mahesa Wunelang hingga batas terakhir. melangkah mundur. Pada saat itu, ia merasa akan kehilangan ruang gerak apabila tidak bergeser surut. Lalu ia memutuskan untuk menjatuhkan diri dan bergulingan menjauh. Sementara Mahesa Wunelang terus mencecar tubuh  Toh Kuning dengan ujung tombaknya yang tiada henti mematuk. Ia menderaskan serangan sederas luap air yang menuruni tebing curam. Ia mengerti bahwasanya benar-benar telah kehilangan ruang gerak. Tetapi Toh Kuning melihat sebuah kesempatan untuk melepaskan diri dari kejaran senjata Maesa Wunelang. Toh Kuning memutar tubuh dengan menggunakan punggung sebagai landasan sementara kedua kakinya berputar cepat menyusup  celah pertahanan Mahesa Wunelang. Oleh karena itu, Mahesa Wunelang mengubah olah gerak. Ia tiba-tiba menjadi seperti elang yang menyambar dari langit. Tubuhnya berjumpalitan, melayang lalu menukik tajam. Benturan demi benturan akhirnya membuat Toh Kuning semakin lemah dan bagian dalam dadanya seperti terhimpit sebongkah batu gunung. Tangan dan kakinya selalu tergetar hebat tatkala terjadi benturan yang melibatkan tenaga inti, walaupun demikian, ia belum berniat untuk menyerah. Setetes demi setetes darah keluar dari sela-sela bibirnya. Satu gerakan dahsyat Mahesa Wunelang datang menggebrak, Toh Kuning terpental, terjungkal, lalu terkapar. (bersambung)    

Tags :
Kategori :

Terkait