Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Sampai Jumpa, Ken Arok! (9)

Kamis 07-04-2022,12:00 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Di ujung depan tikungan, Toh Kuning telah bersiap dengan keris terhunus bersama orang bertubuh kurus. Sementara bagian belakang, dari arah mereka memasuki tikungan, telah bersiap orang-orang dengan anak panah yang siap dilontarkan. Toh Kuning tiba-tiba melompat jungkir balik melayang di udara melewati bebatuan yang membatasi tikungan. Dengan gagah ia berdiri menghadang Mahendra yang berada di atas punggung kuda dengan pakaian seperti raja. Sontak para pengikut Mahendra berteriak-teriak saling mengingatkan agar siap untuk bertempur. Saudara seperguruan Ken Arok ini menggoyangkan tangan untuk menyuruh orang-orang Mahendra agar tetap diam. Ia berkata lantang, ”Aku lebih suka jika kalian mau meninggalkan semua emas dan perak. Kalian dapat melewati jalan ini dengan nyawa tetap berada dalam raga kalian.” Sedikit perubahan terlihat menjalar di bagian wajah Mahendra, sejenak kemudian ia memalingkan muka untuk melihat barisan di belakangnya. Sekilas penilaian telah ia lakukan dan Mahendra dapat melihat bahwa kemungkinannya untuk berbalik arah telah tertutup rapat.Tetapi Mahendra mempunyai keyakinan ketika ia melihat pengikutnya telah menghunus senjata. Para pengikut Mahendra adalah sekelompok orang dari beberapa padepokan sehingga kemampuan mereka untuk mempertahankan diri dan hasil perdagangannya tentu dapat diandalkan. “Dan aku lebih suka jika menyingkir dari jalanan. Kau tentu tidak akan suka, lalu membenci dirimu sendiri sepanjang hidupmu saat kau melihat ini,” sahut Mahendra sambil memperlihatkan sepotong emas yang berbentuk lingkaran, yang mempunyai ciri tertentu, dan hanya dimiliki oleh orang-orang yang mempunyai hubungan khusus dengan istana. Toh Kuning menggelengkan kepala, katanya, ”Nah, berikan itu padaku!” Ia bergeser setapak maju lalu berkata lagi, ”Setiap pedagang yang melewati Alas Kawitan telah aku wajibkan untuk meninggalkan emas atau benda berharga lainnya sebagai hadiah bagiku. Karena itu kau harus tahu bahwa Alas Kawitan telah berada dalam kekuasaanku. Alas Kawitan bukan wilayah kekuasaan Kediri. Aku adalah raja di Alas Kawitan.” Orang-orang Mahendra berseru kaget  lalu menertawakan ucapan Toh Kuning yang mereka anggap sebagai perkataan orang gila. Bahkan para pengikut Ki Ranu Welang juga terbahak-bahak mendengar celoteh Toh Kuning. Mahendra bertepuk tangan. “Kau bernyali besar. Namun kau sedang berhadapan dengan Mahendra, saudara angkat Mahesa Wunelang pemimpin prajurit Kediri yang sangat ditakuti oleh orang-orang sepertimu,” kata Mahendra tanpa turun dari punggung kuda. “Oh, Mahesa Wunelang?” seru Toh Kuning  dengan sikap seolah tak percaya pada Mahendra. Ia memutar tubuh dan berkata pada orang-orang di sekitarnya, ”Kalian dengar itu? Mahesa Wunelang agaknya telah menjadi senjata pamungkas. “Hei, sejak kapan Mahesa Wunelang berubah wujud menjadi sebilah keris? Oh ya tentu saja ada keris yang bernama Mahesa Wunelang.” Lalu tiba-tiba Toh Kuning menggerakkan kaki dan sebutir batu kecil melayang dengan cepat menyerang Mahendra. Mendadak batu kecil itu meledak saat melayang di udara ketika Mahendra mengangkat telapak tangan menyambut serangan kecil yang diluncurkan oleh Toh Kuning. Pertunjukan telah diawali oleh Toh Kuning, maka dengan begitu ia dapat mengukur kekuatan Mahendra. “Ah!” berseru Toh Kuning lalu, ”tentu saja saudara angkat Mahesa Wunelang mempunyai ilmu yang setara. Tetapi Mahesa Wunelang tidak berada di sini untuk melindungi saudaranya yang menjadi orang kepercayaan Raja Kediri. Dan tentu saja Mahesa Wunelang akan marah padamu jika kau tidak menghargai permintaan seorang raja sepertiku.” Toh Kuning menepuk dada. Ia telah berhitung dengan waktu jika Ken Arok dan Ki Ranu Welang telah berada lebih dekat dengan tempat itu. Maka, mendadak Toh Kuning berteriak keras memberi perintah untuk menyerang rombongan Mahendra. Sebelum mulutnya terkatup, Toh Kuning telah melesat deras untuk memberi tekanan pertama pada Mahendra. Mahendra ringan melompat dari punggung kuda dan menyambut serangan Toh Kuning. (bersambung)    

Tags :
Kategori :

Terkait