Rumah dan Tanah di Sidodadi Lawang Dieksekusi Pengadilan

Jumat 01-04-2022,20:38 WIB
Reporter : Syaifuddin
Editor : Syaifuddin

Malang, memorandum.co.id - Bidang tanah dan bangunan di  Desa Sidodadi, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, menjadi obyek eksekusi Pengadilan Negeri (PN) Kelas IB Kepanjen, Malang, Jumat (1/4/2022). Tanah seluas hampir satu hektare itu berisi rumah, ladang ketela, serta tanaman tebu. Dimohonkan eksekusi oleh ahli waris dari Ladim (alm) dan Siono. Berdasarkan putusan PN Kepanjen tanggal 11Februari 2021 lalu. Panitera PN Kelas IB Kepanjen Meilyna Dwijanti menerangkan, eksekusi sudah berdasarkan keputusan hukum tetap. Sebelumnya, disidangkan di PN Kelas IA Kota Malang, dan dilimpahkan ke PN Kelas IB Kepanjen, Kabupaten Malang. "Jadi memang ini sudah keputusan hukum tetap. Kami bersama dengan para pihak, melaksanakan eksekusi sesuai keputusan tersebut. Proses jangka waktunya cukup panjang. Karena pihak tergugat sempat, melakukan perlawanan hukum," terangnya. Sebelumnya, obyek eksekusi merupakan sengketa antara Siono melawan Samiati dan para tergugat lainya. Berlangsung cukup panjang sejak 2001. Prosesnyapun, sudah sampai di Mahkamah Agung. Sayangnya, usai proses panjang gugatan itu, pihak Samiati sempat menjual sebagian tanah tersebut ke pihak lain. Hal itu sebagaimana diterangkan kuasa hukum Siono, Iwan Kuswardi, SH. Ia menjelaskan, bahwa sempat ada polemik usai tanah tersebut dijual Samiati. Mengingat, di tanah tersebut telah berdiri rumah orang yang telah membeli dari Samiati. "Kami sempat diminta untuk tidak melakukan eksekusi. Tetapi saat itu kami sudah mencoba membuat keputusan. Bahwa korban (pembeli tanah) agar melaporkan penjual ke polisi. Tetapi dirinya mengaku, akan melaporkan itu ketika sudah dilakukan eksekusi," terangnya. Bahkan, Iwan mengaku sempat menawarkan ganti rugi atas bangunan senilai Rp 200 juta. Karena belum ada sepakat, ia menaikkan menjadi Rp 300 juta. "Dengan harga Rp 300 juta, tetap belum ada titik temunya. Dan hari ini, akhirnya kami melaksanakan eksekusi bersama dengan PN Kepanjen. Dibantu pengamanannya dari TNI-Polri," tegasnya. Sementara itu, Elis bersama suaminya, Imban pemilik tanah dan bangunan yang sudah membeli tersebut, mengaku kecewa. Pasalnya, tanah seluas 16×14 meter persegi, serta mendirikan bangunan dengan uangnya sendiri yang dikumpulkan. Terkait dengan ganti rugi yang ditawarkan, dirinya merasa tidak sebanding dengan yang seharusnya. Untuk tu, dirinya akan bertahan, sambil mengikuti alur hukum yang ditegakkan. "Sebetulnya bukan soal materinya, tapi proses dari awal beli hingga berdiri rumah ini dari uang kami sendiri, bukan hutang. Kenapa harus dikejar kejar, bahkan dieksekusi," terang Elis. Ia menambahkan, tanah tersebut ia beli di tahun 2018, dan sudah bersertifikat, tidak ada masalah. Saat itu Samiati memberikan berkas foto kopi sertifikat. Sementara yang asli masih di BPN. Elis mengaku, tidak mengetahui kalau tanah itu objek sengketa. "Rumah saya bangun di tahun 2019 dan saya tinggali sejak tahun 2020. Sejak saat itu, sering didatangi pengacara penggugat, bahkan menyampaikan tanah sengketa. Tapi saya dan suami, tetap memegang teguh keadilan," jelasnya. (edr)

Tags :
Kategori :

Terkait