Pelantikan di Tengah Kekhawatiran

Sabtu 19-10-2019,08:10 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Oleh: Arief Sosiawan Pemimpin Redaksi Besok, Minggu, 20 Oktober 2019, menjadi hari bersejarah bagi negara Republik Indonesia. Hari itu Joko Widodo-Ma’ruf Amin mulai resmi memimpin negara ini sebagai presiden dan wakil presiden lima tahun ke depan. Kejadian ini menjadi episode penting dari sekian banyak sejarah emas yang terukir di negeri Merah Putih. Kedua putra terbaik Indonesia itu dicatat sebagai presiden ke-7 dan wakil presiden ke-13. Pelantikan Joko Widodo menjadi presiden kali ini memasuki masa jabatan kedua. Dia sebagai pengganti Ir Soekarno, Jenderal TNI (Purn) Soeharto, Prof BJ Habibie, KH Abdurahman Wachid, Megawati Soekarno Putri, dan Susilo Bambang Yudhoyono. Ma’ruf Amin menjadi wakil presiden ke-13 setelah sebelumnya dijabat Mohammad Hatta, Hamengkubuwana X, Adam Malik, Umar Wirahadikusumah, Soedharmono, Try Sutrisno, Bacharuddin Jusuf Habibie, Megawati Soekarno Putri, Hamzah Haz, Muhammad Jusuf Kalla, Boediono, dan Muhammad Jusuf Kalla. Hanya, berbeda dari pelantikan-pelantikan presiden dan wakil presiden sebelumnya yang selalu lancar, menjelang pelantikan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin kali ini banyak catatan penting yang menyertai. Boleh dibilang perebutan jabatan presiden dan wakil presiden kali ini menyisakan beberapa luka di hati masyarakat Indonesia. Sangatlah wajar ini terjadi. Sebab, dinamika dunia politik negara bersendi Bhinneka Tunggal Ika ini sangatlah tajam akibat tingkat kepekaan dan kecerdasan masyarakatnya kini meningkat dibanding lima tahun sebelumnya. Masih segar dalam ingatan kita, terlihat persaingan keras saat pemilihan presiden (pilpres) lalu. Kasat mata terlihat jelas ada pembelahan masyarakat kita. Bahkan, hingga di tingkat yang paling bawah. Alhasil, pembelahan rakyat negara ini kala itu seakan seperti bumi dan langit. Seakan layaknya api dan air. Yang nyata-nyata sampai ada yang berani mengklaim kalau dirinya atau kelompoknya sebagai rakyat Jokowi. Terbukti, banyak di sudut kota terpampang spanduk atau sejenisnya yang dengan terang benderang menyebut: “Kami Rakyat Jokowi”. Ketika detik-detik pengumuman pemenang Pilpres 2019 disampaikan KPU (Komisi Pemilihan Umum), di Jakarta meletus amarah sebagian masyarakat kita yang tidak puas calon presiden jagonya kalah. Akibat itu, terjadi demo hingga berjatuhan korban tewas atau dirawat di rumah sakit yang jumlahnya cukup memiriskan kita. Catatan lain, ada ratusan petugas pelaksana pemilu yang berjibaku melaksanakan pesta politik lima tahunan hingga menemui ajal akibat kelelahan. Sayang, penanganan penyelesaian dari pemerintah tak tuntas hingga kini. Tentu ini menjadi catatan luka di hati masyarakat kita. Belum habis luka-luka itu menggores hati rakyat, belum lama ini kita disuguhi tontonan aksi penusukan Menkopolhukam Wiranto di Pandeglang. Banyak komentar mengiringi aksi ini. Ada yang bilang peristiwa itu diskenario. Tapi, banyak pula yang mengatakan kejadian ini sebagai upaya pihak yang kalah pilpres menggangu kelancaran pelantikan Joko Widodo-Ma’ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden. Maka, wajar bila timbul bermacam pertanyaan. Misalnya, benarkah penusukan Wiranto hingga membawa korban pencopotan Dandim Kendari Kolonel Hendi Suhendi dan beberapa anggota tantara kita akibat postingan istri-istri mereka sebagai upaya menggangu kelancaran pelantikan presiden kita? Rasa-rasanya kecurigaan itu kok terlalu jauh. Tegasnya meragukan! Apalagi, yang diserang bukan Joko Widodo atau Ma’ruf Amin. Nyata-nyata keduanya sosok terbaik yang terpilih sebagai presiden dan wakil presiden kita. Taulah. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait