Wujudkan Swasembada Kedelai Nasional, Kadin Jatim: Pemerintah Kurang Serius

Senin 21-02-2022,17:36 WIB
Reporter : Syaifuddin
Editor : Syaifuddin

Surabaya, memorandum.co.id - Harga kedelai impor kembali melonjak menjadi Rp 11.000 per kilogram, naik dari harga normal sekitar Rp 9.000 per kilogram. Kembali menyengsarakan rakyat. Polemik fluktuasi harga kedelai impor mematik reaksi  Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur Adik Dwi Putranto. Adik menyebutkan, gejolak harga kedelai mengakibatkan tercederainya masyarakat di tingkat bawah. Hal ini menjadi kasus klasikal yang terus terulang. 'Akibatnya, terjadi gejolak pada perajin tahu dan tempe hingga mereka melakukan aksi mogok produksi," tegas Adik Dwi Putranto. Lanjut Adik harusnya melonjaknya harga kedelai tidak akan terulang. "Jika pemerintah serius dalam mewujudkan program swasembada kedelai dalam negeri, tidak terjadi gejolak harga," tutur dia. Ia menuding pemerintah tidak serius dalam mewujudkan swasembada kedelai nasional. "Padahal swasembada pangan adalah hal mutlak yang harus dicapai oleh sebuah negara untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri,” tegas Adik Dwi Putranto. Seharusnya, komitmen untuk mewujudkan swasembada kedelai diwujudkan dengan membuat peta besar peningkatan produksi kedelai nasional secara terukur. Namun dari data yang ada menunjukkan produksi kedelai dalam negeri justru terus menurun. Di Jawa Timur misalnya, pada tahun 2018 produksi kedelai Jatim mencapai sekitar 240 ribu ton, tahun 2019 turun menjadi sekitar 120 ribu ton. Dan di tahun 2020 produksi kedelai bertambah turun menjadi 57.235 ton, padahal konsumsi kedelai Jatim tahun 2020 mencapai mencapai 447.912 ton. “Artinya, program swasembada kedelai yang didengung-dengungkan pemerintah tidak jalan. Produksi kedelai justru semakin turun dan defisit kian tinggi. Harusnya, pemerintah memiliki starategi yang terukur melalui peningkatan produksinya dalam setiap tahun,” ujarnya. Apalagi pemerintah sebenarnya memiliki balai penelitian yang harusnya mampu menemukan varietas kedelai yang bisa ditanam di negara tropis dengan tingkat produktivitas yang tinggi. “Pertanyaan saya, dalam situasi yang sampai sekarang belum mencapai swasembada kedelai. Apakah balai penelitian tersebut sudah menemukan varietas yang seperti itu melalui rekayasa genetika?,” tanya Adik mengambang. Alumnus Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang ini mengatakan, sebenarnya di Jember, ada satu perusahaan lokal yang sudah berhasil mengembangkan kedelai dengan kualiats dan produktivitas yang hampir menyerupai kedelai impor. “Kedelai ini kan tanaman tropis, sehingga produktivitasnya rendah jika ditanam di Indonesia. Jika di Amerika produktivitas tanaman kedelai bisa mencapai 5 ton per hektare, maka di Indonesia produktivitasnya hanya mencapai 1,3 ton hingga 1,5 ton per hektare. Dengan rekayasa pembenihan, maka prodiktivitas benih kedelai yang dihasilkan oleh perusahaan lokal di jember ini bisa mencapai 3 ton hingga 3,2 ton per hektar,” jelasnya. Namun dukungan dari pemerintah untuk menyebarluaskannya masih belum terlihat. Menurut Adik harusnya dari varietas yang ditemukan tersebut, ada upaya kerja sama dan dukungan dengan membuat demplot varietas kedelai tersebut di berbagai daerah di seluruh Indonesia. “Dari sini, pemerintah juga harus memberikan pendampingan yang serius agar petani mau dan paham bagaimana menanam kedelai dengan baik. Karena jika kondisi seperti ini terus dibiarkan, maka saya yakin kita akan sepenuhnya tergantung pada kedelai impor,” tegasnya.(day)

Tags :
Kategori :

Terkait