Oleh : Nur Suci, dosen UHW Surabaya
Istilah “Pinjol” (pinjaman online) tidak asing lagi bagi masyarakat, sempat membuat resah. Di era digital, perkembangan teknologi yang semakin canggih, berkembanglah belanja online maupun ojek online.
Terdapat juga sebuah industri yang melengkapi usaha dengan penerapan teknologi informasi di bidang keuangan yang lagi berkembang pesat yang bernama aplikasi pinjaman online. Pinjol merupakan fasilitas berupa pinjaman uang yang dilakukan oleh pemilik/penyelenggara jasa keuangan lainnya dengan memanfaatkan penerapan teknologi informasi, mulai dari proses pengajuan pinjaman hingga pencairan dana dilakukan secara online.
Sementara itu, istilah fintech merupakan kepanjangan dari financial dan technology yang dapat dimaknai sebagai perkembangan inovasi teknologi digital untuk mempercepat pemberian pelayanan/servis di bidang jasa keuangan.
Selanjutnya terdapat istilah Fintech Lending atau Peer-to-Peer Lending atau juga disebut sebagai Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Tehnologi Informasi (LPMUBTI) lebih dikenal sebagai pinjaman online yang merupakan layanan pinjam meminjam uang secara langsung antara pemilik dana (Kreditur/pemberi pinjaman) dan peminjam (Debitur/penerima pinjaman).
Bagaimana peran pemerintah berkaitan dengan adanya fintech lending ini ? Bicara tentang bidang jasa keuangan, yang melakukan pengawasan adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Untuk itu dikeluarkan peraturan tentang pinjaman online ini berupa Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Pada pasal 1 poin 3 dijelaskan tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah, secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.
Pinjaman Online diatur pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yang ditetapkan pada 28 Desember 2016.
Sebagai badan yang mengawasi kegiatan lembaga Fintech Lending, maka dalam pasal 44 ditetapkan bahwa Fintech Lending sebagai penyelenggara yang telah memperoleh ijin, maka wajib menyampaikan laporan berkala secara elektronik kepada OJK, yaitu berupa: a. Laporan Bulanan; dan b. Laporan Tahunan.
Menurut informasi dari Data Statistik Fintech Otoritas Jasa Keuangan, periode 31 Desember 2021, per 3 Januari 2022, Penyelenggara Fintech Lending yang telah mendapat izin dari OJK sebanyak 103 penyelenggara Fintech Lending, dengan perincian sebanyak 96 penyelenggara konvensional dan 7 penyelenggara syariah.
Penyelenggara Fintech Lending yang mendapat izin ini disebut sebagai Fintech Lending legal, sedangkan yang belum atau tidak mendapat izin disebut ilegal, ini yang ditengarai ada yang beroperasi, terbukti sekitar bulan Oktober 2021 aparat menggerebek pinjol ilegal.
Bagaimana posisi dan operasinya penyelenggara Fintech Lending?
Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) penetrasi perkembangan fintech lending berkembang pesat, posisi per Desember 2021 jumlah fintech lending yang sudah mendapat izin sebanyak 103 buah.
Sementara jumlah yang outstanding pinjaman per 31 Desember 2021 totalnya Rp. 29.880,34 miliar yang terdiri dari Rp.24.833,53 miliar pinjaman perseorangan dan sebesar Rp. 5.046,82 miliar merupakan pinjaman pada Badan Usaha.
Memperhatikan komposisi seperti ini maka dapat dilihat bahwa 80% penerima pinjaman dari fintech lending adalah perseorangan sedangkan 20% nya baru Badan Usaha, dengan demikian terbukti bahwa yang membutuhkan pinjaman online adalah perseorangan.
Dipergunakan untuk apa sebenarnya pinjaman online bagi perseorangan tersebut, apakah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari ataukah untuk belanja yang bersifat konsumtif atau kondisi yang kepepet karena ada kebutuhan yang mendesak.
Hal ini perlu dilakukan penelitian untuk bisa menjawabnya. Memang tidak dipungkiri lagi bahwa efek dari pandemi ini banyak yang mengalami kesulitan keuangan atau karena ada pemutusan hubungan kerja (PHK). Berdasar data OJK yang menarik adalah bahwa penerima pinjaman online yang paling banyak adalah mereka yang rentang umurnya 19 -34 tahun sebesar 64,27%.
Pinjaman online dapat dikatakan sebagai kawan tatkala banyak kemudahan yang diberikan oleh penyelenggara fintech lending, di antaranya prosesnya mudah, tidak ribet dengan banyaknya administrasi yang harus dilengkapi dan bagi yang terdesak menjadi tumpuan untuk dihampiri dan tidak adanya jaminan yang menjadi kelebihan, inilah hal yang menarik.
Sementara itu di lain pihak pinjaman online menjadi lawan ketika penerima pinjaman online harus membayar tingkat suku bunga yang selangit tingginya dan denda yang juga tak kalah besarnya tatkala terjadi terlambat bayar serta fee yang cukup mahal, belum lagi pihak pinjol akan menghubungi rekan-rekan debitur untuk menagih. Namun demikian pinjaman online barangkali menjadi alternatif terakhir untuk berutang bagi yang tahu bagaimana perilaku pinjol dan bukan menjadi pilihan pertama. (*)
*memorandum.co.id tidak bertanggung jawab atas isi opini. Opini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis seperti yang diatur dalam UU ITE