Saat PTM, saat Seks Bebas

Sabtu 20-11-2021,11:11 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Dua tahun pandemi corona virus desease (Covid)-19 mendera. Dua tahun pula manusia seantero jagad dibuat bingung dan takut terhadap virus yang di bumi ini sudah mematikan jutaan manusia. Dua tahun juga obat “pembunuh” virus itu belum ada alias belum ditemukan. Hanya vaksin yang akhirnya mencuat seakan-akan menjadi penolong. Seakan-akan menjadi pilihan utama dan penting untuk mengatasi pandemi meski faktanya masih banyak kematian demi kematian. Dua tahun juga ekonomi porak poranda. Sektor pendidikan pun tersendat. Banyak sekolah memilih tidak memasukkan murid ke ruang kelas tapi mengganti dengan gaya bersekolah daring alias dalam jaringan. Yang artinya sekolah tidak dengan pertemuan tatap muka langsung tapi dengan ruang internet. Akibatnya muncul istilah baru di tengah-tengah kemajemukan masyarakat. “Gak sekolah kok lulus”. “Gak sekolah kok naik kelas”. “Gak kuliah tapi lulus”. “Gak sekolah, terus kapan pinternya”. Tentu kondisi berbalik memberi dampak. Positif dan negatif. Positif mampu menekan sebaran virus Covid-19. Negatif, keilmuan murid sangat tertinggal dibanding murid-murid sebelum pandemi terjadi. Tegasnya, keilmuan murid yang lulus dan atau naik kelas pada kondisi pandemi Covid-19 diragukan. Anak murid di posisi ini yang dimaksud mulai anak PAUD (pendidikan anak usia dini), taman kanak-kanak, siswa sekolah dasar, pelajar sekolah menengah pertama, pelajar sekolah menengah atas, dan mahasiswa. Hasil keilmuan dari cara pendidikan daring semua diragukan. Alhasil muncul program yang namanya PTM (pertemuan tatap muka). Program gagasan kementerian pendidikan nasional yang oleh masyarakat dianggap sebagai terobosan. Tapi timbul pertanyaan, kalau program PTM itu bagus dan baik untuk anak murid kenapa kok tidak segera dijalankan secara total. Kenapa harus menunggu dua tahun baru dilaksanakan? Apa program ini mampu mengatasi ketertinggalan murid yang kehilangan waktu belajar sekurang-kurangnya dua tahun pandemi terjadi? Gak salah kalau muncul pemikiran PTM tidak segera dilakukan bukan karena ketakutan terhadap virus. Bisa juga muncul pemikiran ada faktor kesengajaan agar pola pendidikan Indonesia yang berbasis dan berkurikulum Pancasila terkikis untuk digantikan model baru yang berkiblat pada pendidikan dunia barat. Tak berlebihan kok pemikiran seperti ini. Terbukti beberapa kali kementerian pendidikan nasional memunculkan kebijakan yang kontroversial seperti yang terakhir mencuat istilah “suka sama suka” untuk persoalan seks di lingkungan sekolah (seks bebas) hingga banyak ditentang kalangan orang tua. Yang pasti, pandemi menjadikan pendidikan di Indonesia terputus dua tahun tapi seakan putus dua dekade. Dapat dibayangkan, kesulitan apa yang bakal didapat sepuluh tahun lagi terhadap anak murid yang sempat tidak bersekolah langsung akibat Covid-19.(*)        

Tags :
Kategori :

Terkait