Surabaya, memorandum.co.id - Surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) Chandra Hermanto, warga Kota Batu, telah diterima oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak. Terbitnya SPDP tersebut imbas dari dilaporkannya Bos bawang itu atas dugaan penipuan dan penggelapan oleh adik iparnya, Tonny Hendrawan Tanjung alias Apeng. Eko Budisusanto, Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Tanjung Perak Surabaya, saat dikonfirmasi terkait hal tersebut membenarkan." Benar, baru SPDP-nya kami terima. Jaksanya Willy dan Ratri," tutur Eko saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Jumat (2/7). Sementara itu, Agus Mulyo SH MH, kuasa hukum Tonny, saat dikonfirmasi perihal laporan yang dilayangkan kliennya terhadap Chandra Hermanto turut membenarkan. Ia menjelaskan bahwa dasar laporan tersebut karena kliennya merasa ditipu usai memberikan keterangan palsu dalam akta otentik suatu aset. " 9 Mei lalu Tonny melaporkan Chandra ke Polrestabes Surabaya atas dugaan penipuan penggelapan dan memberikan keterangan palsu dalam akta otentik. Dalam laporan polisi bernomor LP-B/412/5/Res1.11/2021/Reskrim/SPKTPOLRESTABESSBY itu Chandra diduga telah melanggar Pasal 372 dan 378 KUHP Jo Pasal 266 KUHP. Dalam laporan tersebut, selain Chandra, Tonny juga melaporkan Wahyudi Suyanto yang merupakan notaris yang membuat akta tersebut," jelas Agus. Menurut Agus, kronologi dari perkara tersebut bermula pada 23 Juli 2009 silam, kliennya menandatangi sebuah akta di notaris Wahyudi, Surabaya. Dalam proses penandatangan tersebut, kliennya diharuskan menandatangani sebanyak 9 akta dalam waktu yang cukup singkat. "Klien saya tidak sempat membaca secara tuntas karena terbatas waktu. Itu jelas tidak sesuai aturan," terangnya. Dalam kesempatan itu, kliennya menandatangani 4 objek. Salah satunya adalah objek sertifikat yang berada di Solo dengan sertifikat SHM nomor 43. Dari sebanyak 4 objek tersebut, Agus menyebutkan ditulis dengan harga jual Rp 4 miliar. Padahal khusus untuk SHM bernomor 43 itu pada sertifikat nilainya tertulis Rp 1,7 miliar. Tentunya tidak sesuai dengan nilai objek. "Kalau sekarang mungkin harganya sampai Rp 30 miliar sampai Rp 50 miliar," ungkapnya. Sehingga, dia menyampaikan, yang dilaporkan itu tentang objek sertifikat nomor 43. Apalagi, dalam ikatan jual saat itu kliennya dalam kondisi terpaksa dan tidak dalam situasi bebas dan merdeka. "Karena waktu itu status klien saya masih dalam status tahanan Polda Jatim, tentunya dia dalam keadaan tertekan," ungkapnya. Apalagi, penandatanganan akta itu juga diiming-imingi akta perdamaian oleh terlapor Chandra. Karena kliennya menginginkan kebebasan, maka kliennya mau tidak mau menandatangani 4 akta dengan terpaksa. "Karena waktu itu dijanjikan oleh Chandra bahwa laporannya akan dicabut, makanya klien saya pun bersedia menandatangani 4 akta itu walaupun harganya tidak rasional," paparnya. Kemudian, kliennya juga diajak terlapor untuk menandatangani akta jual beli di Solo pada 2013. Namun, hal itu dirasa cacat hukum mengingat tertulis yang di Solo itu dijual Rp 4 miliar dalam akta jual beli (AJB). Tidak ada penyerahan berupa uang pada kliennya. Pada 2014 aset kliennya dijual Chandra kepada orang lain sebesar 17,5 miliar. Bahkan, perkara kliennya justru dilanjutkan hingga 2018 dan itu pun diputus bebas demi hukum karena kliennya terbukti tidak bersalah, tidak melakukan penipuan. Dia berharap, dengan adanya laporan ini, secara hukum dapat ditegakkan hak-hak dari kliennya. "Selain supaya hak klien saya kembali, perbuatannya harus juga diganjar dengan pidana penjara setimpal,” pungkasnya. Terpisah, kuasa hukum Chandra Hermanto, M. S. Alhaidary SH MH, ketika dihubungi melalui pesan whatsApp membenarkan jika kliennya tersebut dilaporkan ke Polrestabes Surabaya." Iya mas. Tapi klien saya masih belum memberikan keterangan ke penyidik karena lagi kurang sehat dan saya sudah kirim surat minta untuk dijadwal ulang," kata pengacara dari Malang tersebut. (mg5)
Usai Dilaporkan, Kejari Tanjung Perak Terima SPDP Bos Bawang Putih Asal Batu
Jumat 02-07-2021,19:28 WIB
Editor : Syaifuddin
Kategori :