Deg! Ada Barang Aneh di Pangkal Kedua Kaki Suaminya…

Sabtu 15-12-2018,10:57 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Yuli Setyo Budi, Surabaya Sejam lebih mengutak-atik handphone suaminya, Ningsih tidak menemukan chat Puri dengan seseorang. Apalagi dengan perempuan yang dicurigai sebagai pelakor. Sebagai selingkuhan. Sebagai cem-ceman. Sebagai bunda piara, kata pria-pria ceria zaman now. Legalah Ningsih. Kecurigaan bahwa suami direbut perempuan lain terbukti tidak benar. Ningsih pelan-pelan mengembalikan handphone Puri ke tempatnya semula. Pelan-pelan pula Ningsih mendaratkan secuil ciuman di bibir Puri. Ningsih tidak peduli walau pada saat bersamaan bibir tersebut basah oleh air liur. Hari-hari selanjutnya dilalui Ningsih tanpa kecurigaan kepada suami. Tingkah laku aneh-aneh Puri tidak lagi dimasukkan hati. Yang penting suaminya tidak jatuh ke pelukan perempuan lain. Soal dirinya yang tidak pernah terpuaskan kala diberi nafkah batin, Ningsih anggap itu sebagai efek kemunduran daya tempur suami di atas ring. Hanya, Ningsih masih berharap suatu saat kejantanan Puri kembali seperti sedia kala. Untuk mewujudkan harapan itu, Ningsih yang sebelumnya selalu pasif dalam membuka front pertempuran kini berinisiatif proaktif. Ningsih jadi rajin membuka laman mbah google untuk mencari petunjuk cara membangkitkan gairah suami. Tidak sia-sia. Ningsih mendapatkan banyak cara, mulai cara klasik warisan leluhur yang tertuang dalam Kamasutra hingga cara milenial yang menggabungkan teknologi dengan psikologi. Namun, apa yang terjadi? Prekethek… ternyata cara-cara Ningsih membangkitkan gairah suami nggak ngaruh. Suaminya tetap letoy. Tetap sulit greng. Tetap bertingkah seperti menghadapi gedebok pisang. Ningsih seperti diangkat bayangannya sendiri ke langit ke tujuh dan dibanting keras-keras di batu cadas. Lebih sakit dari semula. Ningsih merasakan sakitnya tuh di sini, di sini, di sini, dan di mana-mana sekujur tubuh. Sebagai wanita Timur, Ningsih tidak berani berterus terang kepada suami bahwa dirinya sama sekali tidak pernah mendapatkan haknya secara batin. Sikap dan perilaku Puri di atas ranjang ditelannya mentah-mentah. Tidak kuat menyimpan penderitaan ini sendirian, Ningsih akhirnya mengeluarkan unek-unek soal ini kepada sahabatnya yang biasa mengikuti majelis taklim di sebuah masjid kawasan Wiyung. Sang teman merasa kasihan melihat Ningsih seperti orang kehilangan harapan. Kini sahabatnya itu malah lari dari pergaulan, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Ningsih yang sebelumnya rajin komen di grup WA kelompok arisan kampung, kumpulan dasa wisma, PKK, dan grup-grup lain menghilang dari peredaran. Tidak ada lagi celotehannya yang lucu atau usul-usulnya yang bermanfaat. Di rumah pun Ningsih berubah menjadi tak banyak cakap. Hanya di depan anak-anak Ningsih sanggup mengubah dirinya menjadi seperti sosok yang tegar. Mampu memberi teladan. Hampir setiap malam Ningsih sulit memejamkan mata. Walau tampak terbaring di samping suaminya, sejatinya mata Ningsih hanya kelap-kelop tanpa bisa terlelap. Jadilah dia suka duduk termenung di kursi rias dekat renjang. Ini menjadi kebiasaan barunya. Demikian pula yang dilakukan Ningsih pada malam itu. Dia bangkit dari ranjang dan meletakkan pantatnya di kursi rias tadi. Dia pandangi Puri lekat-lekat. Tiba-tiba pandangan Ningsih tertuju pada pangkal kaki suami. Puri yang setiap tidur hanya mengenakan sarung itu mendadak menggelebak. Bersamaan dengan itu sarung yang menutupi kakinya tersingkap. Tampaklah sesuatu di pangkal kedua kaki Puri. Deg! Hati Ningsih berdetak. Ada barang aneh menempel di situ. Apakah gerangan? (bersambung)

Tags :
Kategori :

Terkait