Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya
Berbeda dengan Semi, Jatmiko menjawab pertanyaan bapaknya dengan slengekan. “Kenapa, Pa? Papa juga digoda sama Seli ya? Terus Papa gimana? Ceritain dong, pasti seru.”
Puri kaget mendengar jawaban itu. Tidak menduga. “Jawab saja pertanyaan Papa,” hardiknya.
“Santai saja, Pa. Nggak usah tegang-tegang. Atau, jangan-jangan Papa juga digoda dan tidak tahan? Iya Pa?” kata Jatmiko. Kalimat ini seperti pisau belati ditancapkan ke dada Puri. Jleb!
“Jangan bergurau. Papa serius.”
“Bilang dari tadi dong Pa kalau Papa serius, Jadi Jatmiko…”
“Diam!” potong Puri. Jatmiko langsung mengatupkan bibir. Diam 1.000 bahasa.
“Jawab pertanyaan Papa.” Jatmiko diam.
“Jawab!” Jatmiko masih diam.
“Jatmiko!” bentak Puri, namun Jatmiko bergeming. Masih diam. Tidak lagi diam 1.000 bahasa, namun diam sejuta bahasa. Tapi, itu tidak lama.
“Papa jangan marah-marah. Tidak bisakah ini kita bicarakan baik-baik?” tiba-tiba Jatmiko kembali membuka percakapan.
“Jatmiko sudah dewasa, Pa. Sudah mengerti tanggung jawab.”
Puri seperti tersadarkan. Sejak menghadapi Seli, pikirannya jadi sering kacau. Mbulet. Emosinya mudah tersulut. “Maafkan Papa. Sekarang jawab terus terang, pernahkah kamu diajak berlaku tidak senonoh oleh Seli?”
“Itu tanggung jawab Jatmiko.”
“Pernahkah? Jawab saja: pernah atau tidak pernah.”
“Pa, bisa saja aku menjawab pernah, walau sebenarnya tidak pernah; bisa pula aku menjawab tidak pernah, walau sebenarnya pernah. Biarkan Jatmiko mempertanggungjawabkan sendiri perbuatan Jatmiko.”
“Tapi Jatmiko anak Papa. Masih tanggung jawab Papa.”
“Aku sudah dewasa, Pa. Please deh Pa.”
Puri terpaksa mengalah. Baginya, jawaban itu mengindikasikan putra bungsunya tersebut benar-benar pernah berbuat sesuatu vs Seli. Tapi, mudah-mudahan saja persepsi tersebut salah.
Soal ini, Puri pernah berpikir untuk mendiskusikannya dengan Bunga. Namun, rencana itu diurungkan karena Seli adalah keponakan Bunga. Anak dari om Bunga. Tidak mungkin Bunga percaya bila Puri membicarakan hal-hal negatif soal gadis tersebut .
Akhirnya Puri memendam sendiri masalah ini dan mencoba mencari cara agar Seli tidak lagi tinggal di rumah. Salah satunya, mencari bukti hubungan tidak senonoh Seli vs Jatmiko, yang diyakini Puri telah terjadi.
Untuk itu, Puri mulai mewaspadai setiap gerak-gerik Seli maupun Jatmiko. Kapan pun dan di mana pun. Terutama di dalam rumah, yang tanggung jawabnya berada di tangan Puri.
Tidak sanggup melakukan secara manual, Puri lantas membeli CCTV (closed circuit television) dan memasangnya di atas bufet ruang tengah. Setiap pulang dari keluar rumah atau bangun tidur, Puri selalu intens menthelengi rekaman CCTV tadi.
Ternyata tidak tampak hal-hal yang mencurigakan. Terakhir, Puri malah dikejutkan pemandangan yang sangat lucu. Di layar CCTV itu muncul tayangan kertas karton berjalan bertuliskan: memata-matai aku ya pa? ttd jatmiko!
Walau di dalam hati timbul kemarahan, Puri sempat tersenyum, “Anak itu memang ndablek, ndal-ndul.”
Yang menimbulkan tanda tanya, pada rekaman itu terlihat gambar Seli berlari masuk kamar dengan tubuh polos-los-los. Ya, polos-los-los. Tidak jelas dari mana, karena gambarnya terputus-putus. Ada gangguan. (bersambung)