Indisipliner ASN Bisa Diminimalisasi dengan Merubah Lingkungan Disertai Regulasi yang Tegas

Senin 26-04-2021,21:10 WIB
Reporter : Ferry Ardi Setiawan
Editor : Ferry Ardi Setiawan

Surabaya, memorandum.co.id - Dewasa ini, indisipliner aparatur sipil negara (ASN) masih sering terjadi. Bahkan, tidak sedikit jumlah ASN yang kerap menerjang PP Nomor 53 Tahun 2010 atau peraturan kedinasan yang tertuang di setiap instansi pemerintah. Kasus indisipliner paling sering dilakukan ASN Pemkot Surabaya yakni bolos kerja. Sejak 5 tahun terakhir, menurut data dari Inspektorat Surabaya, ada sebanyak 38 kasus bolos kerja. Selain itu, ada pula permasalahan lain seperti kasus perselingkuhan, korupsi, penyalahgunaan wewenang, kasus perbuatan asusila, hingga KDRT. Bukan tanpa alasan pemerintah mengatur disiplin ASN. Itu ditetapkan dalam rangka mewujudkan ASN yang handal, profesional, dan bermoral, guna menerapkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik. Menanggapi masih adanya ASN yang melanggar aturan, Karolin Rista, psikolog Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya berpendapat, bahwa sejatinya indisipliner terjadi di semua tempat. Namun, tentu khusus bagi ASN akan banyak yang menyoroti. Karena mereka mengemban hak rakyat, maka harus menjadi contoh yang baik. "Akan tetapi jika dibandingkan, di perusahaan atau di industri, banyak yang berasumsi bahwa tidak sampai segitu banyaknya permasalahan yang terjadi, tidak sampai seperti itu perilakunya," tutur Karolin yang juga Kabag Humas dan Protokoler Untag Surabaya, Senin (26/4/2021). Artinya, kasus yang terjadi di jajaran pemkot terbilang parah. Itu tak terlepas dari banyaknya permasalahan yang ditotal ada sebanyak 30 macam. Paling banyak tentu bolos kerja dan kasus penyalahgunaan wewenang. Lanjut Karolin, sebetulnya perilaku buruk itu tidak bisa muncul tiba-tiba. Namun ada proses pembentukan. Dan itu dialami berbeda oleh tiap-tiap individu. Seperti misalnya faktor masa kecil seseorang, sistem nilai yang ditanam, hingga sampai dia bekerja maka lingkungan setempat juga turut andil dalam pembentukan perilaku. "Jika kita ambil contoh perusahaan dengan aturan yang ketat, maka mereka akan mencoba lebih mentaati. Karena mereka tidak punya pilihan selain menghindari risiko kehilangan pekerjaan. Itulah pentingnya kedisiplinan aturan dari perusahaan,," paparnya. Tidak hanya soal ketegasan aturan saja. Karolin juga menyoroti lingkungan tempat bekerja. Besar kemungkinan itu juga yang membuat ASN leluasa melanggar aturan dan dilakukan berulang-ulang. "Misal kita tidak masuk, tapi tegurannya sekadar teguran, ternyata masih biasa dan ada batas tolerir untuk melakukan itu. Maka akan cenderung terulang. Karena perilaku atau respons yang menyenangkan itu cenderung diulangi, namin jika direspon buruk tentu sebaliknya tidak akan diulangi," jelas dosen S-1 psikologi ini. Untuk memperbaiki itu, Karolin menyebut bisa. Merubah indisipliner ASN menjadi ASN yang disiplin bukan satu hal yang tidak mungkin. "Salah satunya dengan merubah settingan lingkungan, yaitu dengan membangun sebuah sistem atau regulasi-regulasi dan itu dilakukan serempak di seluruh lingkungan yang ada serta didasari dengan tujuan yang sama untuk merubah perilaku. Karena memodifikasi perilaku itu masih sangat besar untuk bisa diubah," pungkasnya. (mg-3/fer)

Tags :
Kategori :

Terkait