Aset Negara Diambil Alih, DPRD Surabaya: Ada Salah Persepsi Antara Warga dan Pemkot

Rabu 14-04-2021,19:48 WIB
Reporter : Ferry Ardi Setiawan
Editor : Ferry Ardi Setiawan

Surabaya, memorandum.co.id - Aset milik pemerintah kota terbagi menjadi dua, yaitu aset yang bergerak dan tidak bergerak. Aning Rahmawati yang sempat menduduki Ketua Pansus Barang Milik Negara (BMD) tahun 2020 menyebut, yang seringkali sengketa ialah aset tidak bergerak, yakni yang berupa tanah dan bangunan. Tidak sedikit kemudian tanah dan bangunan milik pemkot yang diambil alih oleh pihak ketiga. Aning melihat itu karena adanya perbedaan persepsi yang timbul di antara masyarakat dan pemerintah, sehingga harus diselesaikan dengan cara hukum. "Jadi yang terjadi adalah tanah itu sudah lama diduduki dan dipakai oleh masyarakat atau lembaga, sementara dokumen yang sah milik Pemkot Surabaya. Perbedaan inilah yang lantas mengakibatkan sengketa," tutur Aning yang juga Wakil Ketua Komisi C, Rabu (14/4/2021). Dia melanjutkan, warga yang kemudian sudah lama memakai tanah atau bangunan tersebut otomatis mengakui bahwa itu miliknya. Sementara, berdasarkan prosedur hukum dan bukti dokumen, tanah tersebut milik pemkot. "Akhirnya harus diselesaikan melalui jalur hukum. Seperti itulah yang sering terjadi saat kami pansus di aset pemerintah kota," ulasnya. Selain itu, Aning juga menjelaskan, sengketa kerap terjadi karena adanya perbedaan pemahaman terhadap hukum oleh pemkot yang kemudian dibutuhkan mediasi dan proses penyelesaian setelahnya. "Dalam mediasi, pemkot tentu sudah menggandeng beberapa pihak di jajaran samping. Nah, kelemahannya itu ada pada SDM hukum yang masih terbatas. Seharusnya Pemkot Surabaya meng-hire SDM yang totalitas sehingga proses sengketa bisa diselesaikan segera dan tidak berlarut-larut," papar politisi dari Fraksi PKS ini. Terkait inventarisir aset-aset pemerintah, dijabarkan Aning, sejatinya pemkot sudah mengorganisir dengan sangat rapi aset-asetnya melalui SIMBADA (Sistem Informasi Manajemen Barang dan Aset Daerah). "Saat kami periksa kemarin (saat pansus raperda BMD, red) aset-aset milik pemerintah kota itu memang sudah jelas di SIMBADA. Dan yang sengketa itu memang ada beberapa kasus," jelasnya. Saat disinggung terkait pemanfaatan aset yang masih banyak yang tidak terpakai dan didiamkan oleh pemkot, Aning berujar sudah pernah mendorong hal tersebut sebelumnya. "Pada saat pansus kita sudah menyampaikan. Bahwa ke depan pemkot akan mengiyakan dan mengusahakan agar yang selama ini banyak yang terbengkalai itu bisa terpakai lagi," urainya. Namun Aning menyebut, selama ini aset yang terbengkalai itu ada di barang milik negara yang dipisahkan. Sehingga aset tersebut salah satunya ada di lingkaran BUMD. "Nah kita menyarankan supaya aset BUMD yang tidak terpakai agar ditarik kembali semuanya. Itu tentunya sedang dalam proses. Karena BUMD memiliki perda tersendiri dalam pengelolaan aset. Artinya, terdaftar di SIMBADA tetapi untuk pengelolaannya ada di tangan BUMD," bebernya. Sementara, untuk aset-aset yang ada di kewenangan pemkot yang belum teroptimalkan dengan baik, Aning menyebut disebabkan adanya proses administrasi yang berbelit-belit di Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah. Padahal warga boleh saja memanfaatkan aset pemkot dengan menggunakan konsep redistribusi aset. "Misalnya ada warga yang ingin memanfaatkan tanah yang terbengkalai untuk ketahanan pangan seperti budidaya lele. Proses administrasi sudah diajukan tapi belum di-acc oleh Dinas Tanah, bahkan sudah setahun lebih," keluh Aning. Proses administrasi yang berbelit-belit itu diharapkan Aning ke depan agar ada kemudahan administrasi terhadap kepengurusan aset yang ingin dimanfaatkan oleh masyarakat. "Karena perdanya sudah ada, prosedurnya sudah ada, perwalinya juga sudah ada, tinggal bagaimana mempermudah untuk menggunakan. Rekomendasi saya, coba kepengurusan jangan konvensional, tapi dengan sistem informasi yang terintegrasi sehingga bisa cepat," pungkas Aning. (mg-3/fer)

Tags :
Kategori :

Terkait