Dari Hobi, Remaja SMK Asal Gudo Jombang Hasilkan Uang Hingga Jutaan

Senin 29-03-2021,11:48 WIB
Reporter : Aziz Manna Memorandum
Editor : Aziz Manna Memorandum

Jombang, memorandum.co.id - Siapa sangka, berawal dari hobi, seorang remaja asal Dusun Kemuning, RT 09/RW 03, Desa Tanggungan, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah hingga jutaan. Prayogi Irwantiantoro (19), putra dari pasangan Wignyo Nugroho (46), dan Rumiyati (41), merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pelajar Kelas 11 di SMK N Gudo ini membuat kerajinan topeng dan miniatur dari kayu sejak duduk di kelas 9 SMP. Berawal dari kurangnya uang saku yang diberi oleh orangtua karena kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan, maka Prayogi pun iseng-iseng membuat mainan miniatur topeng jaranan dari limbah kayu secara otodidak. Lalu oleh Prayogi hasil karyanya lantas diunggah di medsos facebook miliknya. Namun siapa sangka, hasil karya pertama kali yang masih ala kadarnya saat itu ada yang membeli. Ia pun melepasnya dengan harga Rp 25 ribu. Remaja yang akrab dipanggil Yogi ini mengungkapkan, karena karyanya membawa hasil, maka ia kemudian membuat meniatur lagi. Dan tentunya hasil karyanya lebih dipercantik lagi tidak seperti yang pertama. "Dari situ saya membuat lagi dengan alat seadanya. Tapi saya maksimalkan lagi sehingga lebih bagus dari yang pertama. Saya jual di facebook. Harga untuk miniatur topeng jaranan saya jual sebesar Rp 300 ribu," ungkapnya. Seiring berjalannya waktu, Yogi pun menambah koleksi kerajinan tangannya dengan membuat topeng jaranan, bantengan, barongan dengan ukuran standar yang biasa digunakan untuk bermain kesenian tradisional. "Lalu saya membuat yang lebih besar. Saya unggah di facebook saya, ternyata laku. Harga paling tinggi yang terjual sebesar Rp 1,5 juta. Itu topeng barongan, dibeli orang Lamongan," ujarnya sembari mengukir topengnya. Yogi menjelaskan, untuk membuat topeng dari limbah kayu itu, selesainya tergantung besar kecilnya dan kerumitan topengnya. Paling cepat ia bisa menuntaskan kerajinannya selama dua minggu, dan paling lama sekitar satu bulan lebih. "Bahan yang saya gunakan ini dari limbah kayu randu, itu yang miniatur. Kalau topeng yang besar, saya menggunakan bahan kayu waru. Saya beli dari orang seharga Rp 400 ribu dengan ukuran 16 sentimeter sampai 23 sentimeter," jelasnya. Kayu waru yang dibeli, lalu dipotong samping-sampingnya hingga berbentuk segi empat. Kemudian kayu itu digambar sesuai pola menggunakan spidol. Setelah itu, kayu dibentuk menggunakan gergaji tangan mengikuti pola. "Selain gergaji tangan, saya juga menggunakan tatah untuk mengukir bagian-bagian seperti mata, hidung, kumis, dan bagian lain yang bentuknya rumit. Juga menggunakan cutter untuk merapikan bagian dalam," papar Yogi. Usai diukir dan sudah berbentuk, topeng tersebut dihaluskan dengan kertas gosok. Setelah itu dilakukan pengecatan awal, atau cat pelapis menggunakan epoxy. Setelah kering baru di cat menggunakan cat mobil dengan kuas. "Yang terakhir agar topeng kelihatan mengkilat, saya cat lagi dengan pilox, lalu saya jemur. Setelah kering, baru saya menambah mainan hiasannya," tandasnya. Terkait dengan penghasilan yang diperoleh dari hasil penjualan topengnya, Yogi mengatakan, bahwa rata-rata dalam satu tahun mencapai Rp 1 juta hingga Rp 2 juta. Total selama tiga tahun ini, ia meraup keuntungan sekitar Rp 5 juta - Rp Rp 6 juta. "Tidak mesti pak, karena untuk membuat topeng kan sekitar satu bulan. Jadi ya rata-rata dalam setahun segitu. Kalau dulu pas masuk sekolah ya sampai dua bulan bikinnya. Sehingga lakunya tidak mesti saat itu juga," katanya. Untuk kendala yang dihadapi, Yogi menegaskan, bahwa ia membutuhkan modal agar usaha kerajinan miliknya bisa berkembang. Dan juga alat yang memadai atau lebih modern, serta pemasaran. "Saya berharap ada bantuan modal dan alat yang lebih memadai untuk mengembangkan usaha kerajinan topeng dari kayu. Kalau bahan kayunya agak lumayan sulit, karena pohon waru mulai berkurang. Tapi yang jelas saya butuh modal dan alat," tegasnya. Terkait dengan usaha kerajinan topeng yang dibuat oleh Yogi, kedua orang tuanya pun sangat mendukung. Yogi diberi kebebasan untuk mengembangkan kreasinya meski masih bersekolah. "Saya sebagai orangtua sangat mendukung appa yang dilakukan oleh anak saya, selama itu positif. Saya tidak pernah mengekang, saya biarkan anak saya berkreasi dengan bakat yang dimilikinya. Alhamdulillah bakatnya menghasilkan," pungkas Wignyo, bapak dari Yogi. (yus)

Tags :
Kategori :

Terkait