Tidak ada yang istimewa pada Ramadan di Masjid Moebarok, yang beralamat di Jalan Keputran VI. Berbagi takjil, salat tarawih wajib, dan tadarus sudah menjadi menu utama sehari-hari. Tapi siapa sangka, masjid yang terletak di permukiman padat penduduk ini pernah menjadi barometer masjid se-Surabaya. Takmir Masjid Moebarok Amari mengungkapkan, dulu sebelum dibangun masjid adalah musala yang terletak di pinggir Jalan Urip Sumoharjo, yang kini dibangun kantor Bank Negara Indonesia (BNI). Karena adanya perubahan tata kota yang dilakukan Pemerintahan Kota Surabaya pada tahun 1942, sehingga pemerintah menawarkan kepada jemaah agar musala dipindah di permukiman padat di Jalan keputran VI. Di lahan yang dibangun masjid, kata Asmari, dulunya merupakan pabrik genteng dan masih beroperasi. Karena keadaannya sudah agak kolaps, sehingga pemiliknya mau pindah ke Jalan Keputran Panjunan. "Takmir masjid berkoordinasi dengan pemilik pabrik dan sepakat membeli lahan di Jalan Keputran Panjunan, hingga pabrik setuju pindah ke sana," ungkap Asmari. Selanjutnya musala dibangun lebih besar lagi hingga menjadi masjid, dengan dilengkapi menara setinggi 41 meter. Kubah masjid arsitekturnya dibangun mirip Masjid Nabawi di Makkah oleh takmir bernama Afan Romli yang kini sudah almarhum. "Kebanyakan pengurus masjid tinggal di kampung Keputran sini," kata bapak tiga anak ini. Meski terletak di permukiman padat, dekat Pasar Keputran, Masjid Moebarok pada tahun 1975 menjadi barometer masjid di Surabaya. Bahkan, pengurus masjid dulu sempat mendirikan radio amatir bernama Radek. "Radio ini khusus menyiarkan kegiatan religi, suara azan dan selawat," beber Asmari. Apabila salat Jumat dan jadwal khatib adalah Prof KH Syafi i Abdul Karim dari IAIN, para jemaah pasti berduyun-duyun ke Masjid Moebarok hingga penuh. Namun, pada tahun 1978, Radio Radek pasif dan pengurusnya kurang aktif dan komunikatif. Sehingga Radek dialihkan ke radio amatir Yayasan Masjid Rahmat (Yasmara) Kembang Kuning. "Kebetulan salah satu pengurus Masjid Moebarok aktif di Radio Yasmara juga," jelas kakek lima orang cucu ini. Menurut pria kelahiran Surabaya 1953 ini, Masjid Moebarok sudah banyak perubahan, terutama bagian depan. Tembok bagian depannya dirombak lalu diganti dengan pagar besi dan berlantai II. Di menara setinggi 41 meter itu, rencananya akan dipakai untuk Taman Pendidikan Alquran (TPQ). Karena saat ini tangganya masih belum sempurna, terbuat dari kayu yang rawan ambruk, sehingga menunggu untuk disempurnakan lagi. (rio/nov)
Punya Nama Besar di Perkampungan Padat
Jumat 24-05-2019,09:34 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi
Tags :
Kategori :
Terkait
Terpopuler
Rabu 24-12-2025,08:20 WIB
Berawal dari Sanggar hingga Punya Sekolah Modelling di Surabaya, Ini Perjalanan Karier Dinda Ayu
Rabu 24-12-2025,08:12 WIB
Bukan Sekadar Status, Risiko Nikah Muda Tanpa Kesiapan Mental akan Pengaruhi Psikologi
Rabu 24-12-2025,06:00 WIB
Lepas Ratusan Anggota Pramuka, Wali Kota Malang Inginkan Keamanan dan Kesiagaan Bencana
Rabu 24-12-2025,07:07 WIB
Operasi Lilin dan Dosa Tahunan
Rabu 24-12-2025,17:23 WIB
Razia Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, BNNP Jatim Dapati Empat Sopir Konsumsi Sabu
Terkini
Rabu 24-12-2025,23:00 WIB
Viral Pengusiran Paksa Nenek 80 Tahun di Surabaya, Armuji: Ini Tindakan Brutal
Rabu 24-12-2025,21:29 WIB
Pastikan Keamanan Natal, Forkopimda Banyuwangi Patroli dan Tinjau Ibadah Malam Natal
Rabu 24-12-2025,21:18 WIB
Tim Stamaops Polri Supervisi Operasi Lilin Semeru 2025 dan Cek Pos Yan Taman Dayu Pandaan
Rabu 24-12-2025,21:12 WIB
Mas Adi Dorong Perumusan Baju Khas Daerah sebagai Jati Diri Budaya Pasuruan
Rabu 24-12-2025,21:05 WIB