Berlibur ke Alam Kubur (Pengalaman Mati Suri Warga Mojokerto) (2)

Selasa 19-01-2021,10:10 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Wajah Seram Berebut Mendekat di Tengah Tangis dan Erangan

Beberapa menit kemudian Hayong mem-video call. Ia menjelaskan bahwa anak yang dia tunggui sedang mengigau. Menangis. Kamera HP diarahkan ke anaknya yang sedang terbaring di sofa. Bukan tempat tidur.   Hayong mengaku tidak akan bisa melupakan kajadian mati suri yang dia alami pada 1990-an tersebut. Selain gelap, kala itu Hayong mendengar suara-suara. Semula hanya satu. Tangisan.   Saat mencoba bergerak, suara tadi mulai riuh. Semakin banyak gerak, semakin riuh. Tidak hanya tangisan, terdengar jeritan dan teriakan-teriakan. Erangan mendominasi suara-suara tadi.   Hanya sesekali terdengar canda dan tawa. Mungkin satu di antara seribu. “Lalu samar-samar kulihat wajah-wajah dan tubuh-tubuh menakutkan. Mereka silih berganti mendekat, tapi segera terpental seperti ditarik sangat kuat,” kata Hayong. Ekspresi kengerian membayangi wajahnya.   Hayong terlihat hendak melanjukan cerita, tapi ditelan kembali. Yang tampak malah wajah seperti orang kecirit. “Apa yang kamu rasakan saat itu?” tanya Memorandum untuk membatu memudahkannya merangkai kata.   Hayong tidak merespons. Ditatapnya kamera HP. “Maaf. Aku selalu gitu setiap bercerita soal pengalaman itu. Ngeri dan takut,” katanya.   Menurut Hayong, wajah-wajah yang mendekat itu sepertinya mau minta tolong, tapi tidak sampai terucap. Ketika baru membuka mulut, wajah itu ditarik kuat-kuat. Bertabrakan dengan wajah lain yang juga berusaha mendekati Hayong.   “Mereka terlihat jelas?” tanya Memorandum.   “Nggak. Sekitarku gelap. Depan, belakang, kanan, kiri, serta atas dan bawahku hitam. Gelap. Pekat. Makanya kukatakan samar. Sebenarnya aku hanya merasakan kehadiran dan mendengar suara-suara. Adegan-adegan menakutkan tadi tergambar begitu saja di kepalaku.”   “Mas Hayong merasa kejadian itu berlangsung berapa lama?” “Aku tidak bisa mengatakan berapa lama.” “Kenapa?” “Aku hanya merasa takut. Takut. Itu saja.” “Kamu tidak disiksa atau apa?” “Nggak. Aku hanya takut. Dan, ketakutan itu sangat menyakitkan.” “Ditanyai ini-itu?” “Nggak.”   Di tengah ketakutan itu, tiba-tiba Hayong melihat ada titik cahaya nun jauh di sana. Jauh bingit. Titik putih yang menyilaukan. Dengan kekuatan yang entah muncul dari mana, Hayong pelan-pelan berdiri dan berjalan ke arah titik cahaya tadi.   Alam sekitarnya berubah warna. Setiap langkah semakin terang. Semakin jauh melangkah, semakin terang hingga peralihan warna tadi berhenti di paparan cahaya oranye. Hayong sudah tidak kuat lagi melangkahkan kaki.   Hayong tidak putus asa. Tidak bisa berjalan, dia berusaha ngesot. Wajah-wajah seram dan suara-suara mengerikan menghilang. Kani dia merasakan kehangatan dan desir angin.   Ketika melihat ke belakang dan hanya tampak kegelapan, serta melihat ke depan yang semakin terang, Hayong terus bersaha kuat maju. Meski lemah, lemah, lemah, dan akhirnya tertelungkup tak sadarkan diri.   “Aku bangun karena merasakan kehangatan melingkupiku. Kehangatan yang sepertinya akrab denganku sejak dilahirkan. Aku membuka mata dan melihat wajah Ibu,” kata Hayong. (bersambung)   Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email yulisb42@gmail.com. Terima kasih  
Tags :
Kategori :

Terkait