Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya
Ilham bertekad menjalani sisa hidup sendiri. Sebab, dia merasa tidak bisa menjalaninya dengan perempuan lain sebelum ada kepastian tentang Tini. Kalau masih hidup, di mana keberadaannya; namun kalau memang sudah meninggal, di mana kuburnya. Yang jelas, Ilham sangat berharap bisa kembali menemui Tini.
Ayahnya beberapa kali menyarankan Ilham mencari pengganti Tini. Dia bahkan mengaku sanggup mencarikan bila Ilham memang kesulitan. Walau begitu, duren (duda keren) ini tidak merespons saran sang ayah. Sampai sekarang Ilham bahkan belum sempat mengunjungi ayahnya di Solo.
Bukan karena tidak berniat, tapi Ilham takut bertemu istri ayah angkatnya yang katanya mirip Tini. Ilham khawatir kembali terjebak kumparan depresi setelah melihat perempuan tersebut.
Namun setelah menimbang-nimbang untung-ruginya, Ilham akhirnya mengunjungi ayahnya di Solo. Dia berpikir: kalau memang istri baru ayah angkatnya mirip Tini, dia berharap perempuan tersebut, sebut sana Triana, memiliki saudara perempuan.
Siapa tahu saudara perempuan Triana juga mirip Tini? “Pikiran itu memang tidak masuk akal, tapi aku tergoda untuk membuktikannya. Siapa tahu? Paham kan?” tanya Ilham
Berbekal harapan baru tersebut, Ilham akhirnya berangkat ke Solo. Dia sengaja tidak menghubungi ayahnya untuk memberi surprise. Ilham akan muncul tiba-tiba pada saat Goufar dan istrinya sedang berada di rumah. Sore menjelang Magrib. Dengan hati berdebar Ilham sampai juga ke Solo. Rumah ayahnya ternyata tidak semegah yang Ilham bayangkan.
Besar bak istana raja-raja. Berhalaman luas. Mobil berderet-deret. Dan, banyak satpam berjaga-jaga di pintu gerbang. Sebab, seperti itu jugalah rumah yang pernah ditempati Ilham bersama Goufat sejak anak-anak, remaja, hingga dewasa dan menikah.
Ilham kecele. Ternyata rumah ayah angkatnya di Solo sederhana. Kecil tapi berdiri di jalan protokol. Halamannya tidak begitu luas namun asri dipenuhi tanaman dan benda-benda seni.
Ketika Ilham berdiri di depan pagar, seorang perempuan tampak menyirami bunga. Goufar tidak tampak. Ilham menyampaikan salam. Perempuan tadi menjawab dan menoleh. Deg! Dada Ilham berdetak keras.
Perempuan itu mirip Tini! Kalau ayahnya tidak pernah bercerita bahwa istri barunya mirip Tini, Ilham pasti memastikan perempuan itu adalah Tini. Benar-benar sangat mirip. Atau, jangan-jangan perempuan itu memang Tini?
Ternyata bukan hanya Ilham yang kaget. Perempuan itu juga menampakkan ekspresi kaget. Kalau dihitung secara matematis, keterkejutannya malah bisa dikatakan sampai level tiga. Bahkan lebih.
Ilham menghela napas Panjang. Bersamaan dengan upayanya mengembuskan udara panas di dadanya, mata Ilham menangkap sesuatu yang ganjil. Dari pintu rumah keluar dua sosok manusia sepuh yang sangat Ilham kenal: ayah dan ibu Tini! Mertuanya.
Jadi, perempuan yang dinikahi ayah angkatnya adalah Tini. Benar-benar Tini. Dinikahi tanpa sepengetahuannya! Bahkan terkesan direbut dari Ilham. Secara kasar dan tidak beradab!
Ilham semakin yakin itu adalah Tini ketika perempuan berambut sebahu itu berlari dan berusaha memeluk Ilham. Sambil sesenggukan minta maaf. “Aku langsung melepaskan diri dari pelukan Tini dan pulang ke Surabaya. Makanya sekarang aku di sini, bertekad menceraikan dia,” tegas Ilham. (habis)