Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya
Tiba di kompleks pondok pesantren, Darling sempat terkesiap. Bayangannya soal pondok yang kumuh, sempit, dan kotor sirna seketika. Fakta di depan mata: kompleksnya sangat besar, bersih, dan megah. Apalagi kediaman sang pemangku pondok, jauh lebih mengagumkan.
Walau keluarga calon mertuanya hidup di atas kubangan jarta, sikap mereka amat sederhana. Prosesi pernikahan Ilham vs Darling pun digelar sederhana. Di mata Darling bahkan teramat sangat sederhana sekali.
Perilaku Ilham juga di luar perkiraan Darling. Pemuda yang diyakini dingin dan sepoh itu ternyata amat romantis memperlakukann dirinya. Tiga tahun membina rumah tangga dengan Ilham, Darling merasa tinggal di pinggiran surga yang cuil dan terjatuh ke bumi.
Segala sesuatu yang diharapkan selalu terwujud dengan mudah. Hampir semuanya. Hanya satu harapannya yang belum terpenuhi: anak. Momongan. Padahal, teman-teman yang baru setahun-dua tahun menikah sudah dikarunai momongan.
Arbi yang baru tujuh bulan menikah, kabarnya, juga sudah sanggup menjadikan perut istrinya membuncit. Kenyataan ini amat menyakitkan. Apalagi, perempuan yang dinikahi Arbi adalah sahabat karibnya. Di kampus maupun di kampung.
Psikis Darling goyah. Batinnya: percuma punya harta melimpah bila tidak mampu memiliki keturunan Untuk apa? Ketika hal ini disampaikan kepada sang suami, tanggapan Ilham dinilai Darling tidak bisa memberikan kekuatan batinnya.
Pasrah saja, banyak berdoa, mungkin belum waktunya. Hanya itu jawaban yang diberikan Ilham. Berputar-putar. Mbulet kayak entut diblender. Bahkan sampai melampuai tahun keempat dan kelima perkawainan, tanda-tanda kehamilan belum dirasakan Darling.
Darling akhirnya sampai pada batas putus asa. Stres, bahkan menginjak level depresi. Pikirannya sering tidak jernih lagi. Ngaruworo, ngelantur. Semangat play girl-nya tersulut.
Darling sampai pada pemikiran untuk mencari investor yang sanggup menanamkan modal agar bisa mewujudkan mimpinya memangun perut buncit. Nakal, tapi itulah yang ada di benak Darling.
Obsesi itu semakin lama semakin tebal, seiiring dengan kenyataan semakin banyak pula perempuan di luar sana yang menunjukkan betapa gampang mereka hamil, melahirkan, menyusui bayinya, dst-dst.
Darling akhirnya gelap mata. Dia nekat menemui Arbi dan mempengaruhinya agar mau menjadikannya bunting. Hamil. Berbagai cara dia lakukan. Rupanya Darling menjatuhkan harga dirinya serendah-rendahnya.
Namun, Arbi menanggapinya dengan tegas. Dia menyatakan tidak mau merusak kehormatan mantan kekasihnya itu. “Aku malu. Dia selalu berusaha menghindar. Terakhir, dia malah menyatakan penolakannya dari balik pintu, lantas menutupnya keras-keras,” aku Darling dengan nada pelan. (bersambung)