Surabaya, Memorandum.co.id - Fungsi dibangunnya Jembatan Suroboyo dipertanyakan, sebab jembatan sepanjang 800 meter yang menghubungkan kawasan pesisir Surabaya di Pantai Kenjeran, lebih banyak ditutup. Sehingga pembangunan jembatan dengan pemandangan air mancur menari di tengahnya ini dinilai anggota dewan satu bentuk kegagalan pembangunan infrastruktur. Wakil Ketua DPRD Surabaya A Hermas Thony menyayangkan tidak optimalnya jembatan yang dibangun dengan menelan anggaran APBD sekitar Rp 207 miliar ini. Padahal kalau dikelola dengan baik, potensi wisata itu dapat memberikan keuntungan Pemkot Surabaya. "Kalau kaitan dengan masalah Jembatan Suroboyo, yang kemudian tidak diaktifkan, menurut pendapat saya adalah ini adalah suatu hal yang musproh," kata Thoni kepada Memorandum, Kamis (24/9). Karena jembatan tersebut dibangun juga untuk mengangkat ekonomi warga di kawasan kampung nelayan Kenjeran. Dampak positif itu belum terlihat. Terlebih dengan kondisi ditutup jembatan ini dalam waktu yang lama. Politisi Partai Gerindra menjelaskan sudah seharusnya difungsikan sesuai tujuan awal. Ia yakin proyek pembangunan jembatan dengan anggaran dan resiko begitu besar, pasti ada pertimbangan strategis. "Pertimbangan waktu itu yang masih saya tangkap adalah dalam rangka untuk pembangkitan ekonomi masyarakat di zona Sentra Bulak. Kalau tidak diaktifkan, maka ini akan menghambat upaya semangat kita di dalam meningkatkan ekonomi masyarakat," tegas Thony. Dalam kondisi ekonomi lumpuh karena dampak pandemi Covid-19, Pemerintah Kota Surabaya harus melakukan upaya-upaya mendongkrak kembali perekonomian masyarakat. "Mumpung ini dalam kondisi pandemi, masyarakat sedang terdepresiasi pendapatannya menurun tajam, pemerintah kota harus memikirkan itu bagimana dibuka. Kemudian fungsinya bisa lebih aman dan kemanfaatan bisa lebih maksimal," papar Thony. Oleh karena itu, sambungnya, tidak ada alasan Pemkot Surabaya menutup Jembatan Suroboyo itu karena pandemi virus corona. "Kalau ini ditutup dalam rangka menurut pemkot karena pandemi, saya pikir itu tidak berasalan. Itu menunjukkan pemkot tidak memiliki sebuah kesiapan di dalam pemanfaatan jembatan secara lebih aman," tegas Thony. Sehingga, menurut Thony sebelum pembangunan sudah selesai pada tingkatan perencanaan pengkajian. Kalau sekarang ini sudah dibangun baru kemudian pemikiran itu baru muncul, artinya pembangunan jembatan bukan orentasi untuk kemanfaatanya, hanya berorentasi proyek saja supaya itu menguntungkan pihak-pihak tertentu. “Mungkin pada waktu itu adalah ada kepentingan untuk menaikkan zona-zona di sepanjang Bulak supaya ada kenaikan harga jual. Mungkin gitu kan, harga jual dari sebuah tanah, harga jual dari sebuah perumahan, atau mungkin proyek-proyek tertentu, yang terkait dengan masalah jembatan itu," ungkap Thony. Sementara, anggota Komisi A Imam Syafi'i menjelaskan, bahwa dirinya mendesak pemkot supaya mengoptimalkan Jembatan Suroboyo tersebut. Apalagi yang diketahui, ikon Surabaya itu telah mengeluarkan biaya ratusan miliar rupiah. "Jembatan yang dibangun dengan anggaran Rp 207 miliar. Harusnya jembatan itu dengan biaya yang tinggi harus difungsikan. Dulu di sebelahnya ada air mancur yang bisa menari-nari, tapi beberapa kali saya ke sana, ternyata mati, juga jembatannya ditutup, sesungguhnya ada apa? Apakah rusak atau tidak?," papar Imam. Diakui Imam, adanya jembatan tersebut menjadi wisata warga Surabaya. "Padahal warga juga ingin menikmati jembatan dan air mancur yang dibangun dengan uang rakyat," tambah Imam. Ia khawatir ada persoalan dengan Jembatan Suroboyo tersebut. "Kedepan harusnya aparat penegak hukum harus mengusut jangan-jangan ini memang ada masalah, sehingga tidak difungsikan. Kalau ada masalah harus dilihat, masalahnya di mana?. Apakah ada misalnya penyalahgunaan keuagan, misalnya seperti itu," pungkas Imam.(alf/tyo)
Fungsi Jembatan Suroboyo Dipertanyakan, Bentuk Kegagalan Pembangunan Infrastruktur
Sabtu 26-09-2020,11:35 WIB
Editor : Aziz Manna Memorandum
Kategori :