Surabaya, Memoramdum.co.id - Beragam kebijakan diatur pemerintah agar warga patuh protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19. Sejumlah daerah telah memberlakukan denda administratif. Sedangkan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sampai sekarang masih menggodok aturan tersebut. Menyikapi ini, anggota Komisi A DPRD Surabaya, Arif Fathoni tidak setuju jika di Kota Pahlawan diberlakukan sanksi berbentuk uang bagi individu atau masyarakat yang tidak menggunakan masker. Dia menjelaskan ketidaksetujuannya terkait dengan denda berupa sejumlah uang yang akan diberikan kepada pelanggar protokol kesehatan dikarenakan kondisi ekonomi masyarakat yang masih sulit. "Selain mengalami pademi dalam bidang kesehatan, ekonomi ini juga kemudian mulai melambat, agak sedikit susah. Banyak saudara-saudara kita yang dilakukan pemutusan hubungan kerja, dirumahkan, atau pun kalau masih bekerja gajinya dipotong setengah," ungkap Fathoni, Selasa (15/9/2020). Sejak awal, anggota Komisi A yang membidangi hukum dan pemerintahan ini berpandangan bahwa penerapan sanksi pelanggar protokol kesehatan harus dibedakan dua subjek. "Saya sepakat kalau itu badan hukum yang tidak menjamin penerapan protokol kesehatan di tempat usahanya didenda. Silakan diberikan denda materi sebesar-besarnya. Karena akibat kelalaian itu, kemudian bisa saja di tempat tersebut menjadi klaster penularan Covid-19," cakap Fathoni. Kalau kemudian denda ini diterapkan, pertama, menurut Ketua DPD II Partai Golkar ini, selain memberatkan warga, tidak menutup kemungkinan akan banyak resistensi dari masyarakat. "Yang kedua, kalau kemudian ada denda sampai Rp 250 ribu apakah personil penegak Perda kita secara mental sudah siap?" tegas Fathoni. Pengenaan sanksi denda kepada masyarakat harus terlebih dahulu melalui tahapan-tahapan yang telah ditentukan. Ia meminta Pemkot Surabaya melaksanakan edukasi atau sosialisasi sebelum penerapan sanksi bagi warga yang tidak disiplin. Jika hal itu tidak dijalankan, ia menilai untuk penerapan sanksi ini akan sulit di lapangan. Karena banyak pelanggar. Makanya perlu ada tahapan-tahapan dan sosialisasi bagi masyarakat terkait sanksi tersebut. Jangan sampai setelah aturan sanksi diberlakukan, sebagian besar warga Surabaya malah belum mengetahuinya. Fathoni khawatir jika denda administrasif tersebut diberlakukan akan disalahgunakan aparat Satpol PP selaku penegak Perda. "Mengingat sebagian besar pegawai Satpol PP itu pegawai kontrak. Artinya mereka tidak dibekali metode-metode penyidikan pegawai negeri sipil. Apakah kemudian tidak riskan di lapangan katakanlah denda Rp 250 ribu, apakah tidak kemudian di lapangan terjadi praktik-praktik yang justru bisa menurunkan wibawa dan kehormatan Satpol PP selaku penegak Perda," ungkap dia. Apalagi saat ini kondisi ekonomi masyarakat sedang sulit, tentunya membuat kegelisahan dengan adanya penegakan disiplin ini, utamanya ada denda. "Saya yakin akan menjadi persoalan di lapangan. Apakah wali kota menjamin praktik di lapangan itu kemudian bisa seiring dengan itu," singgungnya. Jalan pintasnya, dalam situasi sekarang, sanksi sosial lah yang pas diberikan kepada pelanggar protokol kesehatan, seperti yang sudah dijalankan beberapa waktu lalu. Seperti menyapu jalan, menyanyi hingga hukuman fisik dalam bentuk push up, bahkan dikirim ke Liponsos untuk membantu memberikan sajian makan ke orang dengan ganguan jiwa (ODGJ). "Atau menurut saya paling ekstrim adalah bagi warga Surabaya yang melanggar protokol kesehatan itu dikirim sebagai sukarelawan untuk membersihkan rumah sakit yang menampung pasin Covid-19. Agar warga Surabaya tersebut bisa mengetahui bagaimana perjuagan para Nakes (tenaga kesehatan) kita dalam memerangi Covid-19, agar mengetahui bagaima susahnya keluarga yang terinveksi Covid-19," sebutnya. Dengan begitu, sambung Fathoni, pelanggar bisa memberikan edukai kepada setidaknya keluarga, tetangga, akan bahaya Covid-19 ini. Sehingga semua warga Surabaya tercipta kesadaran kolektif untuk menjalankan protokol kesehatan secara ketat. "Sebenarnya sederhana untuk memutus mata rantai penyebaran virus ini, dengan 3 M, yaitu masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak," ujar Fathoni. Disinggung apakah ada rencana Pemkot untuk menerapkan Perwali seperti halnya aturan dalam Pergub nomor 53/2020 tentang penerapan protokol kesehatan di masa pandemi virus corona yang salah satu isinya berupa denda administratif? "Tinggal menunggu Perwalinya, mumpung Perwali itu belum disahkan. Karena kalau Perwali ini kan Pemkot menggodok sendiri tanpa konsultasi ke DPRD. Saya menyarankan agar yang diberikan sanksi denda hanya badan hukum atau pelaku usaha yang tidak menerapkan protokol kesehatan. Tapi kalau warga Surabaya jangan sekali-kali itu diterapkan. Saya pikir butuh waktu. Sebaiknya Perwali yang akan dikeluarkan nanti tidak mencantumkan denda bagi warga," pertegas Fathoni. (alf)
Komisi A DPRD Surabaya Tak Setuju Sanksi Denda Warga Tak Bermasker
Selasa 15-09-2020,15:01 WIB
Editor : Aziz Manna Memorandum
Kategori :