Oleh: Dahlan Iskan
Ini bukan Uber. Bukan GoCar. Bukan Didi. Ini Cao Cao.
Saya selalu naik Cao Cao selama di ‘kampung saya’ Tianjin minggu lalu. Itulah taxi-internet zaman ini: semua mobilnya mobil listrik. Satu-satunya di Tiongkok. Juga di dunia. Sekaligus menandakan semangat baru mobil listrik di sana.
Tentu, saya belum punya apps-nya. Yang punya apps Cao Cao adalah teman saya. Yang selalu mendampingi saya selama di Tiongkok. Sejak zaman dulu.
Kali ini saya ke Tianjin bersama istri, anak wedok saya Isna Iskan dan ‘istri’ saya yang satunya: Robert Lai. Yang dari Singapura itu.
Tahun lalu saya juga ke Tianjin. Untuk check up liver baru saya. Yang sebenarnya sudah tidak lagi baru, sudah 12 tahun. Tapi kala itu belum menemukan Cao Cao.
“Sekarang sudah ada 2.500 Cao Cao di kota ini,” ujar staf Cao Cao di Tianjin.
Dengan hadirnya Cao Cao kini ada 4 perusahaan taksi online di Tiongkok. Yang paling besar adalah Didi. Yang pertama di Tiongkok. Yang mengalahkan perusahaan asing, Uber, di sana. Lalu membelinya sekalian. Tidak ada lagi nama Uber di Tiongkok.
Nama Didi (baca: titi) mudah diucapkan di Tiongkok. Taxi pun di sana disebut tati. Klakson mobil bunyinya juga titi.
Setelah Didi, muncullah pesaing baru: ShouQi. Lalu datang pula pesaing lainnya: Shenzhou.
Dan kini sudah ada yang beda lagi: Cao Cao.
Di apps Cao Cao ada yang baru: tracking. Perjalanan mobilnya bisa diikuti oleh teman atau keluarga.
Hari itu saya berangkat dari hotel terbaru di Tianjin: Four Seasons. Ke rumah sakit. Yang dulu mengganti hati saya dengan hati yang baru. Teman saya itu tetap di hotel. Tapi selalu memonitor taxi Cao Cao saya sudah sampai di mana. Dan akhirnya ia tahu saya sudah tiba di rumah sakit.
Itulah keunggulan yang dipakai Cao Cao: keamanan lebih terjamin. Kasus-kasus kriminalitas di taxi-internet bisa dihindari lebih maksimum.
Sopirnya pun ada kaitan formal dengan perusahaan. Yang bisa dimintai tanggung jawab lebih tinggi.
Jelas: mobilnya bukan mobil perorangan. Mobil listrik itu milik perusahaan.
Pemiliknya adalah: pabrik mobil listrik. Tepatnya: pabrik mobil bensin yang akhirnya mau memproduksi mobil listrik.
Itulah Geely. Pabrik mobil dari kota Hangzhou. Yang awalnya hanya bikin mobil di bengkel rumahan. Lalu berkembang menjadi pabrik mobil sederhana. Maju pesat. Sampai mampu membeli pabrik mobil Eropa, Volvo. Dan terakhir membeli Protonnya Malaysia (baca DI's Way: Proton Rasa Mitsubishi Jadi Rasa Geely).
Geely pun akhirnya memproduksi mobil listrik. Agar laris Cao Cao-lah yang harus membeli. Mobil listrik yang merk Emgrand. Tongkrongan luarnya sekelas Corolla. Sekali charging bisa untuk 300 km.
Lihatlah Cao Cao yang dikemudikan Pak Wang ini. Saya naik dari Four Seasons. Saya lihat di speedo meter-nya. Ada angka 256,7.
“Itu angka apa?” tanya saya.
“Artinya masih bisa dipakai menempuh jarak 256,7 km lagi,” jawab Pak Wang.
“Kalau angka 14,5 itu apa?” tanya saya lagi.
Sebelum Pak Wang menjawab saya cepat-cepat nyeletuk: “Oh, saya tahu, dengan kecepatan sekarang ini per kilometernya memakan baterai 14,5 kw.”
“Dui le,” ujar Pak Wang membenarkan kata-kata saya. Gaya mengemudikan mobil memang mempengaruhi boros atau tidaknya baterai. Demikian juga jumlah penumpang. Pun gemuk kurusnya.
Tadi, Pak Wang keluar rumah jam 6 pagi. Saya merasa aneh. Kok pada jam 14.00 masih bisa 256,7 km lagi. Kok bisa?
“Tadi jam 12-an saya sempat charging,” katanya.
Pada jam itu sebenarnya baterainya masih bisa 150 km lagi. “Tadi kan saya istirahat dan makan. Satu jam. Sekalian charging,” katanya.
Di Tianjin tidak sulit mencari tempat charging. “Lebih dari 100 lokasi,” kata Pak Wang. Lokasi-lokasi itu bisa dilihat di apps. Pak Wang bisa tahu mana yang terdekat.
Berikut ini adalah pertanyaan terpenting dari banyak orang: dari 0 sampai penuh perlu waktu charging berapa lama?
“Satu setengah jam,” ujar Pak Wang.
“Tapi kan gak pernah mulai dari 0. Satu jam pun sudah penuh,” tambahnya.
Pak Wang tidak pernah khawatir kalau mendadak kehabisan baterai. Sudah terbiasa. Sudah tahu bagaimana perilaku mobil listrik. Ia bahkan sudah merasa lebih simpel. Tinggal colok sendiri. Tidak perlu berurusan dengan pompa bensin.
Untuk isi listrik itu pak Wang harus bayar. Kalau dari nol sampai penuh harga listriknya Rmb 70. Tidak sampai sepertiga harga bensin.
Ini sangat menguntungkan. Tarif Cao Cao-nya sama dengan Didi. Dari Four Seasons ke RS tadi ongkosnya Rmb 28. Sekitar Rp 59 ribu. Tapi Cao Cao memberi discount sangat besar. Menjadi Rmb 17,5. Murah sekali. Untuk ukuran sana.
Geely bisa saja dianggap rakus. Sudah punya pabrik mobil masih juga mau berbisnis taxi. Tapi bisa jadi motifnya bukan rakus. Melainkan terpaksa.
Produksi mobil listrik Geely terlalu besar. Pasar masih belum bisa menyerap. Geely pun terpaksa menciptakan pasar sendiri. Mendirikan perusahaan taxi-internet. Yang kemudian membeli mobil yang diproduksinya sendiri.
Benar saja. Cao Cao sudah membeli lebih dari 15.000 mobil listrik Emgrand. Untuk semua kota di Tiongkok.
Terlalu banyak pebisnis yang melakukan ekspansi dengan motif terpaksa seperti itu. Hasilnya: banyak yang justru semakin gagal. Tapi banyak juga yang terpaksa sukses.(*)