JEMBER - Tidak pernah menganjukan pinjaman dengan agunan sertifikat tanah milik orang tuanya ke salah satu bank milik pemerintah di Jember, Adrianing Timur Andria, warga Jalan Piere Tendean, Karangrejo, Sumbersari, menerima surat tagihan untuk pelunasan utang. Merasa ada yang tidak beres, Adrianing memutuskan menyelesaikan melalui jalur hukum. Kasus ini baru diketahui Andrianing saat ada surat tagihan yang diterima awal 2017 lalu. Apalagi tagian itu nilainya cukup besar yakni Rp 119 juta dari total pinjaman Rp 140 juta. Untuk mengetahui siapa yang menjaminkan sertifikasi rumah dan tanah, Andrianing mendatangi bank tersebut. "Saya ditolak oleh pihak bank dengan alasan kreditur yang tertera bukan atas nama Adrianing Timur Andria tapi bernama Adrianing dan beralamat di Jalan Pajajaran, Perum Bukit Permai, Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Sumbersari," jelas Adrianing, Rabu (3/4). Untuk mencari jawaban tersebut, Adrianing menelusuri siapa yang menjaminkan sertifikat tersebut ke bank. Hingga akhirnya dia mendapat jawaban bila yang menjaminkan sertifikat itu adalah mantan suaminya, Arsep. Adrianing mengungkapkan bila banyak kejanggalan data yang digunakan untuk mengajukan pinjaman. Karena ada KTP saya yang dipalsukan. Nama saya Adrianing Timur Andria, tapi di KTP yang menggunakan foto saya itu hanya tercatat Adrianing. Di sertifikat rumah juga sama, sebelumnya adalah Budi Haryudho, namun diganti dengan nama Rudi, ungkap Andrianing. Mengetahui ada yang tak beres, Adrianing lantas kembali mendatangi pihak bank. Kali ini, dirinya berusaha melakukan pendekatan agar masalah ini diselesaikan secara musyawarah. Tapi lagi-lagi, upaya itu ditolak. Bahkan, kata dia, pihak bank meminta dirinya mengubah identitas yang dimiliki, sesuai kehendak bank. Saya tidak mau. Karena saya menilai, proses pengajuan pinjaman itu cacat. Sebab, ada indikasi pemalsuan identitas yang saya miliki, serta pemalsuan sertifikat tersebut. Makanya, saya memilih diselesaikan di pengadilan. Biar ketemu siapa yang benar, tegas Andrianing. Penasihat Hukum Andrianing, Siti Hotijah, mengatakan bila setelah kasus ini bergulir, pihaknya menemukan sejumlah fakta janggal. Dia menengarai, ada upaya pemalsuan data agunan, maupun identitas kliennya. Selain itu, dia juga menduga adanya keterlibatan pegawai bank dalam memanipulasi sertifikat yang diagunkan tersebut. Karena ada perjanjian fiktif yang kami temukan. Jadi, seolah-olah orang tua klien kami ini menjual rumah kepada orang lain. Proses jual beli itu difasilitasi oleh bank dengan sistem KPR. Padahal, tidak pernah ada transaksi apapun yang dilakukan ibu klien kami, papar Siti Hotijah. Tak hanya itu, dalam proses jual beli fiktif tersebut, masih menurut Siti Hotijah bila pihaknya juga menemukan surat keterangan ahli waris yang diduga dipalsukan. Dalam surat keterangan itu tertulis, Setyo Hartati (ibu kliennya), tidak memiliki ahli waris. Padahal ada tiga anak yang hingga kini masih hidup. Oleh karenanya, kami menggugat secara perdata. Jika ini terbukti, akan kami lanjutkan ke tuntutan pidana. Karena, indikasi pemalsuan dan kongkalikong dengan oknum pegawai bank itu cukup kuat. Bahkan, jika ditelaah lebih jauh ada potensi kejahatan perbankan, terang Mohammad Ridwan, yang juha penasihat hukum Andrianing.(edy/tyo)
Identitas Dipalsukan untuk Utang Bank, Warga Jember Menggugat
Rabu 03-04-2019,13:06 WIB
Editor : Agus Supriyadi
Kategori :