Setiap minggu, warga di berbagai daerah datang ke bank sampah dengan semangat menyetorkan botol, kardus, dan kertas bekas.
Aktivitas ini menumbuhkan rasa bangga karena merasa ikut menjaga lingkungan.Mini Kidi-- Namun, apakah semua itu benar-benar menyelesaikan masalah limbah? Bank sampah lahir dari niat baik sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam mengurangi timbunan sampah rumah tangga. Pemerintah pun menjadikannya sarana edukasi penting agar warga membiasakan diri memilah sampah sejak dari sumbernya. Namun, fakta di lapangan menunjukkan banyak bank sampah yang berjalan seremonial. BACA JUGA:Pesta di Surabaya Membuka Luka Lama Kegiatan timbang-menimbang hanya ramai di awal bulan lalu meredup. Harga jual sampah daur ulang tidak stabil, sementara biaya operasional meningkat. Akibatnya, sejumlah bank sampah berhenti beroperasi tanpa evaluasi berarti. BACA JUGA:Negara atau Warga yang Kalah Masalah lain muncul di tahap hilir, sampah yang sudah dipilah masih banyak berakhir di tempat pembuangan akhir karena tidak terserap industri. Limbah plastik yang tidak laku dijual kerap ditimbun atau dibakar, menimbulkan ironi bagi masyarakat yang sudah disiplin memilah. Fenomena ini disebut banyak aktivis sebagai ilusi hijau, seolah masyarakat telah berbuat baik untuk bumi, padahal sistemnya belum berjalan optimal. BACA JUGA:Zakat ASN, Energi Perubahan Kota Surabaya Kita terjebak dalam rasa puas semu, merasa sudah berkontribusi hanya karena membawa sekantong botol plastik ke bank sampah. Keberhasilan pengelolaan sampah tidak cukup berhenti pada pemilahan, karena diperlukan rantai ekonomi sirkular yang kuat agar sampah dapat diolah menjadi bahan baku baru dengan industri siap menampung hasilnya. Tanpa hal itu, bank sampah hanya menjadi tempat singgah sementara bagi limbah. BACA JUGA:Keselamatan Bukan Pilihan tapi Kewajiban Kita perlu jujur menilai, apakah bank sampah dijalankan sebagai solusi lingkungan atau sekadar program formalitas? Apakah gerakan ini benar-benar mendorong perubahan atau hanya berhenti pada laporan kegiatan dan dokumentasi? Perubahan membutuhkan waktu dan konsistensi, namun lebih dari itu, dibutuhkan kemauan politik dan sistem terpadu agar bank sampah terintegrasi dengan pengelolaan limbah berkelanjutan, bukan hanya program CSR atau lomba kebersihan tahunan. Selama pengelolaan sampah belum dilakukan secara menyeluruh dan jujur, bank sampah akan tetap menjadi cermin bahwa kepedulian kita terhadap bumi sering kali berhenti di permukaan.