PRESIDEN Prabowo Subianto sudah meneken Perpres Nomor 79 Tahun 2025. Isinya jelas, gaji aparatur sipil negara (ASN) naik mulai Oktober ini. Pencairannya November. Dengan rapel. Jadi dobel.
BACA JUGA:Suro Boyo vs Ayam Jago
Golongan I dan II naik 8 persen. Golongan III naik 10 persen. Golongan IV lebih tinggi lagi, yaitu 12 persen. ASN pun bergembira. Guru, dosen, tenaga kesehatan, penyuluh, TNI, Polri—semuanya merasa diperhatikan.
BACA JUGA:September Kelabu
Tapi di warung kopi (warkop), percakapan berbeda. “ASN naik lagi gajinya. Kita yang kerja pagi sampai malam, kapan naiknya?” begitu suara masyarakat biasa.
Kenyataannya, memang masih banyak oknum ASN yang bekerja seadanya. Jam kerja baru berjalan satu jam, sudah nongkrong di warkop. Main HP. Bercanda. Omzet warkop pun ikut naik.
BACA JUGA:Mulutmu Harimaumu
Seolah kantor bukan prioritas. Ada pula yang keluyuran ke mal, belanja, padahal jam dinas masih panjang.
Tidak semua ASN begitu. Banyak yang disiplin. Guru yang setia mengajar. Dokter yang berjaga di rumah sakit. Polisi yang patroli tengah malam. Mereka bekerja sungguh-sungguh. Mereka yang seharusnya layak digaji lebih baik.
BACA JUGA:Menanti Terobosan Kepala BNN Baru
Tapi oknum yang malas itu mencoreng wajah ASN. Mereka membuat masyarakat semakin sinis.
Karena di sisi lain, masyarakat kecil tetap bekerja keras tanpa jaminan. Buruh pabrik lembur sampai larut malam. Tukang ojek online menunggu order di bawah terik matahari. Petani tetap mencangkul sejak subuh. Gaji bulanan? Tidak ada. Rapelan? Apalagi.
BACA JUGA:Tarian Pacu Jalur Melaju Istana
Kenaikan gaji ASN kali ini jadi kontras. Antara niat baik pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan, dengan kenyataan di lapangan yang membuat masyarakat mengelus dada.
Pemerintah memang sudah merancang konsep total reward berbasis kinerja. Indeks Sistem Merit disebut 67 persen untuk aspek penggajian, penghargaan, dan disiplin. Serta 61 persen untuk manajemen kinerja.