Surabaya kota besar, kota modern, kota digital, tapi mengurus KTP masih ada yang bayar dan tidak murah.
Katanya gratis, katanya cukup datang ke kelurahan, isi formulir, tunggu jadi.
Katanya sudah digital, tapi praktik di lapangan, warga masih dimintai uang, bahkan hingga ratusan ribu rupiah, sehingga bisa dibilang pungli masih kental.
BACA JUGA:Penjara Polisi Penuh, Cermin Buram Demokrasi Jalanan
Buntutnya Wali Kota Eri Cahyadi marah, dirinya langsung kumpulkan lurah dan camat.
Hingga keluar surat edaran, memerintahkan pasang banner besar: urus adminduk gratis.
Bahkan tanpa ragu Eri ancam pecat siapa saja yang terbukti pungli.
BACA JUGA:People Power Pati Hadang Arogansi Bupati
Ancaman yang tegas, pernyataan yang keras dari wali kota, tapi masalah pungli jelas tidak bisa diselesaikan dengan ancaman apalagi spanduk.
Karena pungli bukan sekadar uang, pungli sudah menjadi budaya, pungli adalah kebiasaan lama, pungli adalah “sudah biasa begitu.”
BACA JUGA:Aksi 3 September: Rakyat Jatim Bergerak atau Gerakan Segelintir
Itulah yang lebih sulit diubah.
Coba tanyakan ke warga, siapa yang berani melapor? Hampir tidak ada.
Mereka takut dipersulit, takut dikucilkan, takut karena lawannya bukan orang jauh, tapi tetangga sendiri, kadang ketua RT, kadang pengurus RW, kadang petugas kelurahan.
Makanya, pungli seperti hantu, karena semua orang tahu ada, semua orang pernah dengar, tapi hampir tidak ada yang bisa membuktikan.
Mini Kidi--
Eri sudah benar, sebagai wali kota harus keras, harus tegas, tapi kalau hanya berhenti di banner, pungli akan tetap hidup.
Solusinya harus lebih nyata, sistem pengaduan anonim, audit kelurahan secara rutin.
Pemantauan digital yang benar-benar jalan, dan kalau ada yang ketahuan, jangan ragu sebut nama, pecat, ganti, jangan ditoleransi.
BACA JUGA:Dari Kursi Kehormatan ke Kursi Pesakitan
Kalau tidak, Surabaya hanya akan jadi kota dengan wajah modern tapi birokrasi kuno.
Gedungnya tinggi, jalan tol berlapis, tapi urus KTP masih harus bayar.
Bayangkan ironi itu, kota megapolitan, tapi pelayanan dasar masih pakai “uang pelicin”.
Saya percaya Eri tidak mau Surabaya tercatat seperti itu. Eri sudah janji gratis, Eri sudah berani ancam pecat, dan sekarang waktunya membuktikan.
BACA JUGA:Hitung Juga Napas Rakyat
Kalau ia berhasil, Surabaya bisa jadi teladan nasional, kota besar pertama yang benar-benar bersih dari pungli adminduk, kota di mana warga merasa dihormati, bukan diperas.
Kalau gagal? Ya sama saja, pungli akan jadi berita sebentar, lalu hilang, lalu muncul lagi, lalu hilang lagi, dan warga Surabaya akan terus mengeluh jika gratis hanya di banner.