SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID – Upaya Pertamina dalam mendistribusikan bahan bakar minyak (BBM), khususnya solar untuk nelayan, dinilai sejumlah pihak sudah tepat. Namun, Pertamina diminta tetap mewaspadai potensi penyimpangan yang dilakukan oknum, baik dari pihak nelayan, stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), maupun pihak tertentu yang bermain di pasar gelap (black market).
Mini Kidi--
Dosen Ekonomi Universitas Surabaya, Bambang Budiarto, menyoroti akar masalah yang lebih mendasar. Menurutnya, kegagalan dalam distribusi solar bersubsidi sering disebabkan oleh model subsidi yang melekat pada komoditas, bukan pada individu.
“Dalam memberikan subsidi, harus melekat pada orang, jangan melekat pada barang,” ujarnya.
Bambang menjelaskan, pendekatan subsidi pada barang – di mana produk dijual murah ke masyarakat – rentan disalahgunakan dan sulit diawasi. Meski berbagai langkah seperti program CSR dan digitalisasi sudah dilakukan Pertamina, ia menilai penyimpangan tetap terjadi karena keahlian masyarakat dalam memanipulasi baik melalui kelengkapan administratif maupun penyalahgunaan dokumen.
Ia menegaskan, solusi paling efektif adalah memastikan barcode hanya diberikan kepada orang yang benar-benar memenuhi kriteria. Dengan begitu, penyaluran subsidi akan tepat sasaran dan memberikan dampak maksimal bagi masyarakat yang membutuhkan.
Sementara itu, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember, Ciplis Gema Qoriah, menilai langkah Pertamina sudah tepat. Namun, ia menyoroti kelemahan dalam pendeteksian penggunaan barcode.
BACA JUGA:GM Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus ke Mapolres Jember Pastikan Pasokan BBM Ditambah 100%
“Pembeli dengan barcode, apakah digunakan untuk usaha atau ditimbun, itu belum terdeteksi. Juga untuk usaha atau dijual lagi, belum terlacak,” ujarnya.
Menurut Ciplis, potensi moral hazard tetap terbuka dari pihak nelayan, SPBU, maupun pihak lain yang memanfaatkan peluang di pasar gelap. Saat ini, Pertamina telah membatasi distribusi solar secara masif melalui aplikasi MyPertamina dan hanya melayani masyarakat yang memiliki barcode, sesuai lampiran Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014.
Konsumen yang berhak menerima solar subsidi di antaranya adalah usaha perikanan nelayan dengan kapal di bawah 30 GT yang terdaftar di Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta budidaya ikan skala kecil. Keduanya memerlukan verifikasi dan rekomendasi dari organisasi perangkat daerah.
Ciplis menekankan, Pertamina harus memastikan data penerima valid agar terhindar dari salah sasaran. Hal ini membutuhkan kerja sama dengan Dinas Kependudukan, Dinas Tenaga Kerja, dan Dinas Sosial.
BACA JUGA:Pasokan BBM Jember Tersendat, Pertamina Alihkan Suplai dari Surabaya dan Malang
“Data penerima harus di-tracing secara berkala, supaya anak atau keturunan nelayan juga terlacak, apakah masih berprofesi sebagai nelayan atau sudah beralih pekerjaan. Ini penting untuk mengetahui apakah mereka masih membutuhkan solar bersubsidi,” jelasnya.