Padahal, amar Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 83/PUU-XI/2013 telah memerintahkan negara untuk hadir dan menjamin keadilan bagi seluruh korban, baik rumah tangga maupun pelaku usaha di dalam PAT. Namun, eksekusi perintah hukum itu masih berjalan timpang.
"Negara hanya memberikan kepastian ganti rugi terhadap korban dari unsur rumah tangga sebesar Rp781 miliar lewat APBN 2015, sedangkan korban dari unsur pelaku usaha dibiarkan merana sampai saat ini," keluhnya.
BACA JUGA:Siang Ini Menteri ATR/Kepala BPN Serahkan Sertipikat PTSL Korban Lumpur Lapindo
Atas nama 31 pengusaha terdampak, GPKLL mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera mengevaluasi ulang kebijakan penanganan kasus Lapindo.
Mursyid menilai ketegasan negara sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan persoalan yang sudah berlarut hampir dua dekade ini.
"Kami meminta dan memohon kepada Bapak Presiden Prabowo untuk segera mengevaluasi policy negara atas penyelesaian lumpur Lapindo. Ini sudah 19 tahun tapi tetap belum tuntas," cetusnya.
BACA JUGA:Terdampak Lumpur Lapindo, Dinas PMD Jatim Usulkan Pengapusan 15 Desa
Dengan total potensi kerugian mencapai Rp800 miliar dan luas lahan 85 hektare yang belum diganti rugi, GPKLL menilai negara gagal menjalankan amanat konstitusi dalam menjamin hak-hak warganya secara menyeluruh.
"Karena ini soal keadilan. Kami berharap tidak ada lagi diskriminasi antara korban rumah tangga dan pelaku usaha," tuntas Mursyid. (bin)