SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID – Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) memicu kontroversi luas, terutama di Jatim yang menjadi pusat industri tembakau nasional.
BACA JUGA:Gandeng ATR/BPN Jember, PTPN 1 Regional 4 Amankan Aset Kebun Tembakau untuk Sejahterakan Pekerja
Dalam Forum Diskusi (Fordis) bertajuk “Membedah Dampak PP 28/2024 terhadap Keberlangsungan Industri Tembakau dan Industri Turunannya di Jatim” yang digelar oleh Jawa Pos Media pada Selasa 29 April 2025, sejumlah elemen buruh menyuarakan penolakan tegas dan mendesak agar regulasi tersebut dicabut.
Mini Kidi--
Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM - SPSI) Jatim, Purnomo, mengkritik keras isi PP 28/2024 yang dinilai mencampuri ranah industri tembakau, padahal dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan.
BACA JUGA:Polsek Kunir Bersama Muspika Ikuti Syukuran Penutupan Masa Panen Tembakau di Sukosari
“Ini tidak relevan. Seharusnya Menteri Kesehatan fokus pada isu kesehatan, bukan mengatur peredaran rokok, reklame, dan produk tembakau. Ini jelas merugikan pekerja, terutama buruh rokok,” ujar Purnomo.
Ia menyampaikan bahwa di Jatim terdapat 54 ribu pekerja yang tergabung dalam FSP RTMM-SPSI dari 12 cabang di 18 kabupaten/kota. Sebagian besar adalah buruh rokok kretek dan didominasi oleh tenaga kerja perempuan.
“Jika PP ini tetap diberlakukan, maka produksi bisa dihentikan, bahkan pabrik rokok bisa tutup. Ini akan memicu PHK massal dan mengurangi penerimaan negara dari cukai,” tegasnya.
Sebagai bentuk penolakan, para pimpinan buruh yang hadir dalam forum turut menandatangani petisi pencabutan PP 28/2024.
BACA JUGA:Tembakau Kabupaten Malang Terjual ke Luar Kota, DTPHP Akan Perluas Lahan Tanam
Menanggapi hal tersebut, Kepala Biro Perekonomian Pemprov Jatim Dr MHD Aftabuddin RZ, menegaskan bahwa pencabutan PP bukanlah hal mudah karena regulasi tersebut sudah berlaku sejak 2024 dan lebih banyak mengatur aspek kesehatan.
“PP 28/2024 terdiri dari 1.172 pasal yang mencakup makanan, minuman, dan tembakau. Bukan berarti sepenuhnya mengatur industri tembakau. Namun, kami terbuka untuk menampung aspirasi dari elemen buruh,” ujar Aftabuddin.
BACA JUGA:Oktober, Panen Raya Tembakau di Ngawi