Catatan: Eko Yudiono, Wartawan Memorandum
Kasus Ivan Sugiamto yang merundung siswa SMAK Gloria 2 masih jadi perbincangan hangat.
Terbaru, Ex anak Ivan mengirimkan surat ke papanya via video berdurasi 5.10 detik itu menggambarkan berapa Ex menyesali perbuatannya.
Menyesal karena gara-gara dia papanya harus meringkuk di tahanan Polrestabes Surabaya. Airmata Ex pun jatuj tak terbendung.
Meski tidak membenarkan apa yang dilakukan Ivan, namun jika ditarik ke belakang, Ivan hanya melakukan tugasnya sebagai seorang ayah.
Melindungi, dan menjaga anaknya. Prinsip penting sebagai seorang ayah sudah ia lakukan. Sayangnya, apa yang dilakukan Ivan kebablasan. Hasilnya, ia harus berurusan dengan polisi. Juga dihujat nitizen se-Indonesia.
Dampaknya luar biasa bagi psikologis Ex anak Ivan. Ia tentu malu dan takut keluar rumah.
Sebab, se-Indonesia menganggap Ivan papanya adalah penjahat. Dampak psikologis ini harus benar-benar menjadi perhatian utama. Mengingat, Ex masih anak di bawah umur. Rentan secara psikologis dan perlu pendampingan ekstra.
Dia (Ex) adalah korban. Begitu juga dengan En yang sebelumnya disuruh Ivan menggonggong seperti anjxxx.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) harus bergerak. Jangan hanya diam. Begitu juga dengan Dinas Pendidikan. Apa yang harus dilakukan dan akan dilakukan dikemudian hari untuk mengantisipasi kasus serupa.
Terpenting dan sangat penting, mereka harus memberikan dukungan moril kepada keduanya baik Ivan dan En.
Ingat sekali lagi, keduanya adalah korban. Generasi muda bangsa. Jangan sampai Ex benar-benar tidak mau sekolah lagi karena lingkungan sosialnya sudah terlanjur mencapnya sebagai anak 'penjahat'.
Lingkungan tempat dia tinggal, sekolah dan sosial harus benar-benar disterilkan dari upaya yang membuat Ex tidak nyaman. Ingat juga, Ex dan En hanyalah anak-anak yang masih mencari jati diri. Jika kasus ini bisa dicarikan jalan terbaik win-win solution alangkah lebih eloknya.
Penulis juga seorang ayah yang mempunyai anak seumuran dengan Ex dan En, Gejolak dan jiwa anak-anak menjelang dewasa memang berapi-api dan sulit ditebak.
Karena itu sebagai orang dewasa, orangtua seharusnya lebih banyak meluangkan waktu. Berbicara dari hati ke hati dengan setiap kejadian yang mereka hadapi setiap harinya.