“Di satu sisi, kepemilikan ini tetap menjaga aset milik Pemkot Surabaya,” tambahnya.
Mengenai penyelesaian masalah surat ijo, Kartono menyampaikan bahwa prosesnya dilakukan secara bertahap. Dari ribuan surat ijo yang ada, saat ini baru 20 Sertipikat HGB diatas HPL yang berhasil diterbitkan dan diserahkan kepada warga pemiliknya.
"Ini adalah tahap awal dari program Pemkot Surabaya bersama Kantor Pertanahan," katanya.
Ia menambahkan bahwa pemerintah akan terus berupaya menyelesaikan seluruh permasalahan terkait surat ijo secara bertahap. Langkah ini diambil untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, sekaligus memberikan contoh kepada warga lainnya.
"Masyarakat mungkin masih ragu jika belum ada contoh. Sekarang, sudah ada 20 contoh yang selesai dan program ini akan terus berlanjut secara bertahap,” jelasnya.
Dalam prosedurnya, Kartono menjelaskan bahwa pemegang surat ijo harus mengajukan permohonan terlebih dahulu ke Pemkot Surabaya dan dilakukan pembuatan Perjanjian antara Pemkot Surabaya dengan warga penghuni, sebelum melanjutkan proses di Kantor Pertanahan Kota Surabaya.
Persyaratan pengajuannya pun cukup mudah, hanya perlu melengkapi dokumen yang diperlukan dan mengisi formulir.
“Proses untuk satu bidang tanah dapat diselesaikan dalam waktu satu bulan, asalkan dokumen Perjanjian antara Pemkot Surabaya dan warga serta persyaratan lain sudah lengkap, termasuk pengukuran dan pemeriksaan tanah. Setelah itu, Sertipikat HGB bisa diterbitkan,” jelasnya.
Kartono juga menyampaikan bahwa ada sebagian warga yang menolak penerbitan sertipikat HGB diatas HPL karena menginginkan kepemilikan penuh atas tanah tersebut berupa Hak Milik.
Namun, ia menegaskan bahwa hal itu tidak mungkin dilakukan karena akan menghilangkan aset milik pemerintah Kota Surabaya.
“Mereka menginginkan Sertipikat Hak Milik atas tanah yang mereka tempati, tetapi hal itu tidak mungkin,” pungkasnya. (alf)