Surabaya, Memorandum.co.id - Ketua majelis hakim Yulisar memvonis Rudi Nugraha Tanubrata selama delapan tahun penjara, Senin (30/3). Dalam amar putusan majelis hakim, bahwa terdakwa dinyatakan bersalah atas kasus dugaan pencabulan yang ia lakukan terhadap anak dari kekasihnya. Sempat ucapan awal majelis hakim tidak terdengar terdakwa yang berada di Rutan Medaeng dan mendengar vonis secara telekonferensi ini. Setelah diperbaiki beberapa menit, suaranya baru muncul. "Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Rudi Nugraha Tanubrata selama delapan tahun penjara denda Rp 10 juta. Dan apabila tidak bisa membayar maka digantikan pidana kurungan selama satu bulan,” ujar Hakim Yulisar. Hal yang memberatkan yaitu terdakwa berbelit-belit serta merugikan masa depan anak. Putusan ini pun lebih berat dari tuntutan JPU Pompy Polanski yang menuntutnya selama tujuh tahun penjara denda Rp 10 juta subsidair tiga bulan. Menanggapi putusan tersebut kedua belah pihak baik JPU maupun penasihat hukum terdakwa mengaku pikir-pikir. Ditemui usai sidang, Sudarmono, penasihat hukum terdakwa menanggapi bahwa vonis atas kliennya lebih berat dari tuntutan. Tak hanya itu, Sudarmono menyoal persidangan yang digelar secara telekonferensi. Dia mengaku kondisi (sidang) yang tak lazim ini secara prinsip tidak bisa berkoordinasi dengan kliennya secara langsung. "Tapi mau bagaimana lagi karena ini memang kebijakan dan situasinya memang genting," terang Sudarmono. Sementara itu perihal kasus kliennya, pihaknya masih mempunyai waktu selama sepekan untuk kemungkinan mengajukan banding. Sebab, selama persidangan, jaksa tak pernah menghadirkan saksi fakta. "Semua berdasarkan keterangan korban. Harusnya bisa membuktikan dalam persidangan sebelumnya jaksa sama sekali tidak menghadirkan saksi fakta. Pelapor orang tua termasuk guru BP semua hanya katanya (korban, secara hukum harus mengalami sendiri)," sambungnya. Selain itu pelaporan ini pun jaraknya cukup jauh dari kejadian. Yaitu dua bulan dari kejadian. "Hasil visum nggak ada sesuatu yang terbukti," pungkas Sudarmono. Seperti dalam dakwaan JPU Pompy Polansky, kasus pencabulan yang dilakukan terdakwa sebanyak tiga kali ditempat yang berbeda. Pencabulan pertama di salah satu hotel di Denpasar, Bali pada 2016. Saat itu terdakwa yang sedang tidur satu ranjang dengan korban bersama ibunya terangsang melihat tubuh korban hingga terjadi pencabulan. Sedangkan pencabulan kedua terjadi di salah satu hotel di kawas Rungkut, pada 2017. Pencabulan itu dilakukan terdakwa usai korban mandi. Terdakwa meminta agar korban duduk di pangkuannya dan selanjutnya terdakwa memeluk tubuh korban sambil meremas (maaf) payudara korban. Sementara di pencabulan ketiga kalinya terjadi di rumah di Perum Selingsing, Mengwi Badung Bali pada Juli 2019. Pada peristiwa ini, terdakwa kembali melakukan perbuatan tidak senonoh pada korban. Pada pencabulan ketiga ini, terdakwa memberi uang Rp 300 ribu ke korban dan meminta korban untuk tidak memberitahukan perbuatannya pada siapapun. (fer/gus)
Cabuli Anak Kekasih Divonis 8 Tahun Penjara
Selasa 31-03-2020,05:42 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi
Tags :
Kategori :
Terkait
Terpopuler
Sabtu 30-11-2024,13:06 WIB
Risma-Gus Hans dan ErJi Raih Kemenangan Besar, PDIP Surabaya Kawal Ketat Suara Pilkada
Sabtu 30-11-2024,11:11 WIB
Wanita asal Surabaya Dianiaya Bule Belgia, Tusuk Alat Vital Pakai Gagang Obeng
Sabtu 30-11-2024,06:36 WIB
Ini Dampak TikTok Terhadap Industri Musik Indonesia
Sabtu 30-11-2024,07:07 WIB
Generasi Z: Candu Layar atau Kreatif Digital?
Sabtu 30-11-2024,08:07 WIB
Korlantas Polri Tinjau Kesiapan Nataru di Pelabuhan Ketapang Banyuwangi
Terkini
Sabtu 30-11-2024,23:45 WIB
Ketum PBSI Jatim Tonny Wahyudi Dipercaya sebagai Bendahara Umum PBSI Pusat
Sabtu 30-11-2024,21:53 WIB
Desa Kraton Raih Peringkat Pertama di Ajang Apresiasi Keterbukaan Informasi Publik Desa 2024
Sabtu 30-11-2024,21:11 WIB
Kapolsek Wiyung Amankan Rapat Pleno Rekapitulasi Pilkada
Sabtu 30-11-2024,20:15 WIB
Wow! Hadiah untuk Juara DFKBAM Meningkat Jadi Rp 7,5 Juta
Sabtu 30-11-2024,20:14 WIB