SURABAYA, MEMORANDUM - Sebagai lembaga pendidikan, semestinya Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah VII Jawa Timur dapat menjaga marwahnya. Namun yang terjadi, petinggi di sana nekat melakukan praktik pungutan liar (pungli) pelayanan berkedok percepatan. Salah satunya dugaan jual-beli gelar guru besar (gubes).
Pemerhati pendidikan M Isa Ansori mengatakan, lembaga pendidikan adalah lembaga yang mempunyai integritas. Sehingga integritas itu dalam segala hal wajib dijaga. Di antaranya mempunyai komitmen untuk mewujudkan Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) atau Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).
"Tidak bisa sembarangan dalam mengangkat seseorang sebagai guru besar sebagaimana yang terjadi saat ini. Yakni, mendapatkan gelar guru besar bisa dengan cara lain di luar dunia pendidikan. Tentu saja hal ini patut disayangkan, karena jelas terjadi proses yang tidak berintegritas serta patut dipertanyakan tentang kualitas keilmuan yang dimiliki," ucap Isa, Jumat, 19 Juli 2024.
Menurut mantan anggota Dewan Pendidikan Jatim ini, gubes adalah mereka yang sudah terbukti pengabdiannya terhadap ilmu pengetahuan dan keahlian yang dimiliki. Sehingga pengangkatan seorang menjadi gubes tidak boleh lepas dari hal-hal yang bersifat pengabdian terhadap ilmu pengetahuan yang digeluti.
BACA JUGA:Diduga, Praktik Jual-Beli Gelar Gubes Libatkan Petinggi LLDIKTI VII Jatim, Dibanderol Rp200-300 Juta
"Ketika seseorang dinobatkan sebagai guru besar, maka kualitas keilmuan dan integritasnya bisa diandalkan. Sebaliknya, jika mendapat gelar tersebut dengan cara yang instan, maka patut dipertanyakan keilmuan dan integritasnya," ujar Isa.
Seperti diketahui, belakangan ini publik dibuat heboh dengan fenomena gubes abal-abal. Bahkan calon profesor tersebut perlu merogoh kocek Rp200-300 juta agar bisa mulus memperoleh gelar prestisius tersebut.
Guna mencegah praktik kotor pemberian gelar gubes ini, Isa mendorong adanya reformasi pemberian gelar gubes. Menurutnya, reformasi ini menjadi sebuah keniscayaan. Upaya yang harus dilakukan di antaranya perlu menjunjung proses yang transparan, akuntabel, dan terhindar dari praktik korupsi.
"Hal lain yang bisa dilakukan adalah seruan kepada seluruh sivitas akademika untuk berani melawan praktik culas pemberian gelar tersebut. Ajak masyarakat dan siapapun yang peduli untuk ikut mengawasi dan melawan praktik culas tersebut," tandasnya.
BACA JUGA:LLDIKTI VII Jatim Bantah Bermain Jual-Beli Gelar Gubes
Sementara itu, seperti yang diberitakan sebelumnya, Kepala LLDIKTI Wilayah VII Jatim, Prof Dr Dyah Sawitri SE MM, membantah adanya dugaan pungutan liar (pungli) pelayanan pengajuan guru besar (gubes).
Menurutnya, pengajuan gelar gubes gratis. Tidak dipungut biaya. Bahkan pengajuan atau pendaftarannya melalui sistem yang sudah disiapkan oleh kementerian.
"Tidak ada (biaya), pengajuan guru besar gratis, bahkan pengajuannya dilakukan by sistem. Jadi perguruan tinggi menginput data, lalu usulan tersebut diajukan, kami kemudian melakukan verifikasi administrasi. Kalau persyaratan sudah lengkap kami teruskan, kalau ada yang kurang maka kami kembalikan ke kampus," terang Prof Dyah Sawitri.
Sedang dugaan keterlibatan petinggi LLDIKTI VII Jatim dalam memperlancar urusan calon profesor tersebut, Prof Dyah menegaskan tak ada yang terlibat. Dia berharap, calon profesor tak bertanya kepada orang yang salah.
"Tidak ada (petinggi LLDIKTI VII Jatim terlibat pungli) itu. Semua mengacu pada sistem dan aturan. Untuk meraih gelar gubes itu kan kembali ke people serta personality-nya. Dan yang tahu adalah internal dalam hal ini pengusul dan kampus," pungkas perempuan berhijab ini. (bin)