PASURUAN, MEMORANDUM - Turunnya angka prevalensi stunting di Kota Pasuruan pada 2023 tidak lantas membuat Pemkot Pasuruan berleha-leha.
Justru sebaliknya, Pemkot menjadikan hal ini sebagai momentum untuk terus gaspol menggenjot penurunan angka balita stunting demi mencapai target di bawah 5 persen pada 2024.
BACA JUGA:Fakta Sidang Bartender Cruz Lounge Vasa Hotel, Ternyata Sering Minuman Beralkohol saat Manggung
Salah satu kebijakan yang akan terus dilakukan adalah melanjutkan program Grebek Stunting yang dinilai mampu memberikan dampak signifikan bagi penurunan stunting.
BACA JUGA:Dituntut 3 Tahun Penjara, Terdakwa Sopir Honda WRV Maut di Gresik Menangis
Hal tersebut diutarakan Wakil Wali Kota Pasuruan Adi Wibowo (Mas Adi) pada rapat jelang kick off Grebek Stunting Tahun 2024 di ruang Untung Suropati I, Selasa 11 Juni 2024 pagi. Mas Adi menegaskan bahwa turunnya angka prevalensi stunting tahun 2023 hingga tembus angka 11,7 persen, jangan sampai memberikan euforia berlebihan.
Hal yang harus diantisipasi menurut Mas Adi adalah munculnya balita stunting baru.
"Angka 11,7 persen di 2023 jangan membuat kita terlalu bereuforia. Kita harus antisipasi munculnya balita stunting baru. Jangan sampai balita lama yang stunting sudah lulus, malah nambah ada yang baru,’’ ujarnya.
BACA JUGA:Divonis 4 Bulan Penjara, 2 Eks Polisi Selingkuh Terima Putusan Hakim
Grebek Stunting akan dilaksanakan dengan melibatkan beberapa perangkat daerah terkait. Mulai dari Dinas Kesehatan (termasuk UPT Puskesmas), Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Dinas Perikanan, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana. Peran OPD-OPD disebut akan menopang pelaksanaan Grebek Stunting.
BACA JUGA:Pria Sidoarjo Ditemukan Tewas di Kamar Hotel Wonokerto
Rapat persiapan dihadiri kepala perangkat daerah terkait, camat, dan lurah se-Kota Pasuruan. Mas Adi juga menyinggung soal pentingnya pendekatan kolaboratif antar stakeholder. Kolaborasi perlu ditingkatkan, mengingat faktor penyebab stunting tak hanya soal pemenuhan gizi semata, namun lebih jauh juga dipengaruhi faktor sosial budaya.
BACA JUGA:Musim PPDB, Ratusan Wali Murid Mengantre di Dinas Pendidikan Kabupaten Tulungagung
“Contoh dari data yang kita miliki, wilayah kelurahan yang level kemiskinannya tinggi, berbanding lurus dengan level stunting di sana yang ternyata juga tinggi. Ini karena beririsan dengan sistem sanitasi, kebersihan lingkungan dan sebagainya,’’ urainya.
Ia juga mengapresiasi peran lurah selama ini yang menjadi ujung tombak penanganan stunting. Menurut Mas Adi, lurah lah yang sangat paham tentang kondisi wilayahnya, profil penduduknya, termasuk data balita yang terdampak stunting. Untuk itu, Mas Adi berpesan agar verifikasi dan validasi dalam pendataan stunting haruslah akurat.
BACA JUGA:Irjen Kemensos dan Satgassus Polri ke Lamongan Monev Program BPNT dan PKH Bukan Penggeledahan
‘’Verifikasi di kelurahan dalam rangka menuju Grebek Stunting nanti harus benar-benar akurat. Jangan sampai ada kasus balita yang seharusnya masuk kategori stunting malah tidak terdata,’’ imbuhnya.
Wawali juga belajar banyak dari daerah lain. Seperti Kota Surabaya yang sangat komprehensif dalam mengolah data. Ia bercerita bahwa dari hasil diskusinya bersama jajaran Pemkot Surabaya, harus ada kesepahaman data hingga tingkat terbawah (RT/RW).
BACA JUGA:Pemkab Tulungagung Luncurkan Aplikasi Si-Trust, Pertama di Jatim
“Di Kota Surabaya angka stunting juga turun signifikan. Kita bisa belajar banyak kepada mereka dan mereplikasi metodologi yang cocok dengan karakteristik masyarakat Kota Pasuruan,’’ pungkasnya. (*)