umrah expo

Anak Jadi Korban: Menjadi Orang Tua Meski Tak Lagi Pasangan (2)

Anak Jadi Korban: Menjadi Orang Tua Meski Tak Lagi Pasangan (2)

-Ilustrasi-

HAMPIR tiga bulan setelah Bintang pindah dari rumah, ritme kehidupan bulan dan Dira mulai berubah. Tapi perubahan itu tak selalu berarti perbaikan. Setiap kali Dira pulang sekolah, pertanyaan yang sama muncul:

“Mama, kapan Papa pulang?”

Dan seperti biasa, Bulan hanya bisa tersenyum datar sambil menjawab,


Mini Kidi--

“Papa kerja sayang… Nanti Mama ajak video call ya.”

Dira tidak menjawab. Ia hanya berjalan ke kamarnya, melempar tas sekolah, dan menyalakan tablet. Kadang ia menonton video keluarga lama yang dipenuhi tawa dan pelukan seakan ingin meyakinkan dirinya bahwa dulu, mereka bahagia.

Bintang Berusaha, Tapi Tak Paham Caranya

Di tempat lain, Bintang juga merindukan putrinya. Ia bukan tak ingin kembali. Tapi gengsi, sakit hati, dan luka ego masih membekas. Di pikirannya, Bulan selalu menyalahkannya. Ia merasa tak dihargai sebagai kepala rumah tangga. Maka untuk meredakan hati, Bintang mencoba ‘menebus’ rasa bersalahnya dengan membelikan Dira hadiah.

Mainan edukatif. Sepatu baru. Bahkan tablet keluaran terbaru. Semua dikirim lewat kurir.

Tapi tidak satu pun hadiah itu membuat Dira lebih ceria.

“Papa mikir aku senang cuma karena dikasih mainan? Aku gak butuh barang, aku butuh Papa!” tulis Dira dalam chat yang tak pernah ia kirim.

Akhirnya, atas saran guru BK sekolah, Bulan dan Bintang bertemu seorang konselor keluarga. Di sana, keduanya duduk dalam ruangan dingin yang dipenuhi keheningan.

“Anak Anda tidak sedang butuh dua rumah,” ujar sang konselor, “dia butuh dua orang tua yang waras dan dewasa untuk tetap menjadi tim meski tidak lagi jadi pasangan.”

Kata ‘tim’ menancap keras di hati keduanya. Selama ini, mereka merasa hubungan telah usai karena perceraian emosional. Padahal, sebagai orang tua, hubungan mereka tidak akan pernah benar-benar putus. Setiap keputusan, tetap akan berdampak pada Dira.

Sumber: