umrah expo

Kejari Gowa dan Kejati Sulsel Harus Profesional Tangani Kasus Pemalsuan Identitas yang Dilaporkan Kong Ambri

Kejari Gowa dan Kejati Sulsel Harus Profesional Tangani Kasus Pemalsuan Identitas yang Dilaporkan Kong Ambri

Korban Kong Ambri--

MEMORANDUM.CO.ID-Penanganan perkara dugaan pemalsuan identitas yang berawal dari sengketa harta bersama antara Kong Ambri Kandoli dan mantan istrinya, Ang Merry, akhirnya memperlihatkan perkembangan signifikan.

Setelah berbulan-bulan merasa penyidikan berjalan lambat, Kong Ambri kini memperoleh kepastian bahwa kasus tersebut telah memasuki tahap II, dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, dan tersangka telah ditahan.

Informasi itu justru ia dapatkan bukan dari penyidik atau jaksa, melainkan melalui loket Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kejaksaan Negeri Gowa.

“Saya datang untuk memastikan benar atau tidaknya penahanan itu. Saya hanya menuntut keadilan. Dulu saya dilaporkan dan langsung ditahan, jadi saya ingin melihat bagaimana keadilannya sekarang,” ujar Kong Ambri.

Ia menekankan bahwa kedatangannya ke Kejari Gowa bertujuan menguji konsistensi dan profesionalisme penegakan hukum. “Saya ingin melihat bagaimana komitmen Kejari Gowa dalam menegakkan keadilan,” katanya.

Dari PTSP Kejari Gowa, petugas menyampaikan bahwa berkas perkara Ang Merry telah dinyatakan lengkap dan dilimpahkan ke Kejati Sulsel.

Tersangka pun dinyatakan berstatus ditahan, sebuah kepastian yang meredakan kegelisahan Kong Ambri setelah sebelumnya merasa laporan pidananya terhambat tanpa alasan jelas.

Kasus ini berawal dari konflik rumah tangga yang kemudian bergulir ke ranah hukum. Sebelum perceraian, Ang Merry membeli sebidang tanah dan bangunan senilai sekitar Rp40 miliar. Menurut Kong Ambri, pembelian tersebut menggunakan harta bersama, tetapi dilakukan dengan identitas yang diduga dipalsukan.

“Dia menggunakan KTP palsu untuk membeli tanah yang berasal dari harta bersama,” ungkapnya. Ia meyakini pemalsuan identitas itu dilakukan untuk menghindari pembagian harta gono-gini.

Laporan Kong Ambri teregister di Polda Sulsel dengan Nomor LP/B/1110/XII/2023/SPKT/Polda Sulawesi Selatan pada 8 Desember 2023.

Ang Merry dilaporkan terkait dugaan pelanggaran Pasal 93 Undang-Undang Administrasi Kependudukan serta dugaan pemberian keterangan palsu dalam akta autentik sebagaimana Pasal 266 KUHP. Perbuatan itu diduga terjadi di Gowa pada rentang 2010–2014.

Dalam berkas penyidikan, Ang Merry tercatat sebagai Ang Selamat dengan beberapa alamat berbeda, termasuk di Jakarta Utara dan Kabupaten Gowa. Ia disangka melanggar ketentuan pemalsuan surat sebagaimana Pasal 263, 264, dan 266 KUHP.

Proses hukum sempat terekam jelas dalam dokumen resmi. Surat Kejati Sulsel tertanggal 31 Oktober 2025 menyatakan berkas perkara lengkap (P-21). Polda Sulsel kemudian mengirim tersangka dan barang bukti pada 4 November 2025, dengan penegasan bahwa tersangka telah ditahan.

Namun pada praktiknya, Kong Ambri sempat mendapati tidak ada konfirmasi resmi dari kejaksaan. Bahkan, Ang Merry disebut dua kali mangkir dari panggilan pelimpahan hingga akhirnya dijemput paksa di Jakarta. Saat tiba di Makassar, tersangka tidak langsung dilimpahkan dan tidak ditahan dengan alasan sakit.

Minimnya informasi kala itu membuat Kong Ambri khawatir ada ketidakwajaran dalam proses hukum. Ia lalu mengirim surat ke Jaksa Agung untuk meminta perlindungan hukum dan mendesak kejaksaan menjaga profesionalisme serta transparansi dalam penanganan perkara.

Setelah konfirmasi terbaru dari PTSP Kejari Gowa, sebagian pertanyaan itu akhirnya terjawab. Berkas telah di Kejati Sulsel, tahap II sudah berjalan, dan tersangka dinyatakan ditahan. Kini Kong Ambri menunggu kepastian jadwal sidang dan berharap seluruh proses di pengadilan berlangsung transparan.

“Yang saya butuhkan hanya keadilan dan kepastian hukum. Dulu saya ditahan, jadi saya ingin melihat bagaimana keadilan berlaku ketika berkas tersangka sudah lengkap,” ujarnya.

Kong Ambri berharap kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa manipulasi data kependudukan untuk menghindari pembagian harta bersama bukan sekadar masalah internal keluarga, melainkan tindak pidana yang harus ditangani secara profesional oleh aparat penegak hukum.

Sumber: