umrah expo

Komisi D Desak Evaluasi Sistem Rujukan BPJS, Sebut Daftar 144 Penyakit Tak Punya Dasar Hukum

Komisi D Desak Evaluasi Sistem Rujukan BPJS, Sebut Daftar 144 Penyakit Tak Punya Dasar Hukum

Ketua Komisi D DPRD Surabaya, dr Akmarawita Kadir.-Arif Alfiansyah-

SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID - Komisi D DPRD Kota Surabaya mendesak dilakukannya evaluasi menyeluruh terhadap sistem rujukan BPJS Kesehatan menyusul keresahan publik akibat isu viral yang menyebut 144 jenis penyakit tidak bisa dirujuk ke rumah sakit.

BACA JUGA:Dibantu Komisi D, Janda Satpam di Surabaya Akhirnya Terima Manfaat BPJS Ketenagakerjaan Rp 75 Juta 

Dalam rapat dengar pendapat yang berlangsung di ruang rapat utama lantai 3 DPRD Kota Surabaya, ditegaskan bahwa daftar tersebut tidak memiliki dasar hukum untuk dijadikan acuan pelayanan kesehatan.


Mini Kidi-- 

Rapat yang menghadirkan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya, direktur rumah sakit pemerintah, para kepala puskesmas, dan BPJS Kesehatan Surabaya itu bertujuan untuk meluruskan simpang siur informasi yang telah meresahkan masyarakat dan tenaga medis.

BACA JUGA:Miris! Cagar Budaya di Jantung Kota Surabaya Rata dengan Tanah, Komisi D DPRD Gelar Sidak 

Ketua Komisi D DPRD Surabaya, dr Akmarawita Kadir, secara tegas menyatakan bahwa daftar 144 penyakit yang beredar luas tersebut adalah sebuah kesalahpahaman fatal.

Menurutnya, daftar itu berasal dari buku Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang merupakan standar kompetensi minimal bagi calon dokter untuk bisa lulus.

BACA JUGA:Jelang SPMB 2025, Wakil Ketua Komisi D DPRD Surabaya Dorong Keadilan dan Transparansi 

"Jadi saya luruskan, 144 penyakit itu adalah standar minimal kemampuan yang harus dikuasai untuk lulus menjadi dokter umum. Itu untuk ujian, bukan standar pelayanan untuk pasien," tegas Akmarawita ditemui usai rapat dengar pendapat.

"Di buku ini jelas disebutkan ini bukan untuk standar pelayanan. Jadi agak aneh, apakah BPJS mau jadi fakultas kedokteran?" sindirnya.

BACA JUGA:Komisi D DPRD Surabaya Pertanyakan Pelayanan Kesehatan 24 Jam di Puskesmas 

Kecurigaan bahwa daftar ini sempat diadopsi muncul ketika ada laporan kasus di lapangan, seperti penolakan pasien serangan asma di sistem. Padahal, serangan asma adalah kondisi darurat medis.

"Asma attack itu masuk dalam 144 penyakit kompetensi dokter, tapi itu kan kondisi sesak napas yang jelas-jelas emergensi. Pasien emergensi harus diterima di UGD, tidak boleh ditolak," jelas politisi dari Partai Golkar ini.

BACA JUGA:Anggota Komisi D Ajeng Wira Wati Desak Pemkot Surabaya Tingkatkan Anggaran untuk Pembenahan Sekolah 

Atas dasar itu, Komisi D meminta Dinkes Surabaya segera mengevaluasi Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) milik pemerintah kota. Mereka khawatir sistem tersebut secara keliru mengadopsi daftar 144 penyakit yang tidak relevan sebagai filter rujukan.

"Yang dipakai seharusnya adalah aturan emergensi dan non-emergensi, itu sudah jelas ada di Peraturan Presiden dan Permenkes. Sangat berbahaya jika kita memakai acuan yang tidak ada dasar hukumnya," tambah dr Akmar.

BACA JUGA:Ketua Komisi D DPRD Surabaya Desak Pemkot Serius Awasi Kandungan Mihol yang Beredar di Pasaran 

Lebih jauh, rapat tersebut mengungkap dampak serius dari kurangnya sosialisasi dan aturan yang ambigu. Banyak dokter di Unit Gawat Darurat (UGD) merasa takut untuk menangani pasien, terutama yang berada di kondisi borderline atau di ambang kegawatan.

Ketakutan ini muncul karena kekhawatiran klaim biaya perawatan tidak akan dibayarkan oleh BPJS jika kondisi pasien dianggap belum memenuhi kriteria emergensi secara kaku.

BACA JUGA:Kurikulum Merdeka di Ujung Tanduk, Ketua Komisi D DPRD Surabaya Tekankan Pendidikan Ideal 

"Yang kami takutkan, rumah sakit jadi ragu menerima pasien. Dokter UGD takut nanti klaimnya dibayar atau tidak. Jangan sampai aturan yang saklek ini bermain-main dengan nyawa manusia," ujar dr Akmar.

Ia mencontohkan kasus demam berdarah dimana trombosit pasien turun perlahan sebelum akhirnya jatuh ke kondisi shock.

BACA JUGA:Cegah HIV di Surabaya, Ketua Komisi D Akmar: Butuh Kerja Sama Lintas Sektor 

"BPJS harus meningkatkan kepekaan terhadap kasus-kasus seperti ini, yang dalam hitungan cepat bisa menjadi emergensi dan menyebabkan kematian," tegasnya.

BACA JUGA:Ketua Komisi D Usul Mahasiswa Penerima Beasiswa Mengabdi untuk Surabaya 

Menanggapi isu viral, pihak BPJS Kesehatan Surabaya dalam rapat tersebut membantah telah menyebarkan informasi mengenai daftar 144 penyakit itu. Namun, Komisi D tetap menekankan pentingnya evaluasi dan penguatan sosialisasi agar tidak ada lagi korban akibat kebingungan regulasi. (alf)

Sumber: