Petani Garam Pasuruan Harap Panen di Tengah Cuaca Tak Menentu
Petani garam terus berusaha mengolah lahan garam di tengah cuaca tak menentu.--
PASURUAN, MEMORANDUM.CO.ID – Musim panen garam di Kabupaten Pasuruan tahun ini mundur dari jadwal. Jika biasanya petambak sudah mulai memanen garam pada Juni–Juli, kali ini mereka baru memulai persiapan bahan baku pada Agustus. Kondisi ini disebabkan cuaca yang tidak menentu.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pasuruan, Soegeng Soebijanto, menjelaskan bahwa pada Juni dan Juli seharusnya petambak sudah memproduksi garam. Namun, karena cuaca kurang mendukung, mereka baru bisa mempersiapkan lahan dan meja garam pada Juli.
BACA JUGA:Wanita di Pasuruan Temukan Sabu di Jalanan, Dikira Garam Krosok
“Di bulan Agustus ini kami baru mulai mempersiapkan air tua yang merupakan bahan baku utama garam,” ujar Soegeng, Kamis 14 Agustus 2025.
Ia mengakui, produksi garam di Kabupaten Pasuruan mengalami penurunan dalam dua tahun terakhir. Pada 2023, total produksi mencapai 16.709,39 ton, namun turun menjadi 15.225,39 ton pada 2024.
Penurunan tersebut, kata Soegeng, dipengaruhi faktor cuaca. Indonesia mengalami kemarau basah yang cukup panjang, termasuk di Kabupaten Pasuruan. Oleh karena itu, pemerintah daerah tidak menetapkan target produksi tahunan.
Meski begitu, Soegeng optimistis produksi garam di empat kecamatan potensial, yakni Bangil, Kraton, Rejoso, dan Lekok, bisa maksimal di sisa waktu sebelum musim hujan.
BACA JUGA:Produksi Garam Kota Pasuruan Meningkat 4 Kali Lipat
“Kami berharap di sisa bulan ini hasil produksi garam bisa meningkat di 224 hektare tambak yang ada di empat kecamatan potensial,” katanya.

Mini Kidi--
Untuk mendukung petani, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur memberikan bantuan geomembran kepada Kelompok Tani Tambak Sari Laut di Desa Raci, Kecamatan Bangil. Bantuan yang disalurkan pada Juli itu diharapkan bisa membuat petani memulai produksi lebih awal.
BACA JUGA:Pemkab Pasuruan Rencana Bangun Gudang Garam Standar Nasional
Menurut Soegeng, penggunaan geomembran dapat meningkatkan kualitas garam yang dihasilkan sehingga harga jualnya lebih tinggi dibandingkan metode tradisional.
“Dengan menggunakan geomembran, kualitas garam lebih bagus dan harga jualnya bisa mencapai Rp1.500 hingga Rp2.000 per kilogram,” jelasnya.(kd/mh)
Sumber:



