Mereka yang Tak Kembali
--
MEREKA sudah tidak bisa lagi dipanggil dengan nama. Hanya angka. Hanya label. Nomor kantong jenazah.
BACA JUGA:Cangar atau Sangar, Bedanya? Nyawa
Sudah dua pekan lebih sejak musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny Sidoarjo itu ambruk. Satu demi satu jasad diangkat, dibungkus, dibawa ke Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Polda Jatim.
Di sana, tim DVI bekerja tanpa jeda. Mencocokkan DNA, mencari serpihan identitas, berharap masih ada keajaiban yang tersisa.
BACA JUGA:Tepuk Tangan untuk Janji Suci
Tapi kini, waktu seperti membeku.
Sebagian jenazah masih belum punya nama.
Tak ada lagi gigi, sidik jari, atau wajah untuk dikenali.
BACA JUGA:ASN Naik Gaji, Warkop Naik Omzet
DNA menjadi satu-satunya harapan. Tapi harapan pun punya batas. Prosesnya lama, sampelnya rapuh, dan kadang tak cocok dengan data keluarga. Mereka menunggu, di luar kamar forensik, dengan doa yang makin melemah tapi tak padam.
BACA JUGA:Suro Boyo vs Ayam Jago
Di antara mereka, ada ibu yang tiap hari datang hanya untuk memegang pagar RS.
Ada ayah yang duduk di trotoar sambil membawa foto anaknya yang terakhir dikirim lewat WhatsApp: “Abi, aku lagi ngaji.”
Pesan terakhir itu kini jadi zikir.
Sumber:



