3.343 Pelanggaran Tercatat di Pekan Pertama Operasi Patuh Semeru 2025 di Tulungagung
Kasatlantas Polres Tulungagung AKP Taufik Nabilla.--
TULUNGAGUNG, MEMORANDUM.CO.ID - Operasi Patuh Semeru 2025 resmi digelar mulai 14 Juli - 21 Juli. Dalam sepekan pelaksanaannya, Satuan Lalu Lintas Polres TULUNGAGUNG mencatat lebih dari tiga ribu pelanggaran lalu lintas. Angkanya cukup bikin geleng-geleng kepala, tepatnya 3.343 kasus yang ditindak selama periode 14 hingga 21 Juli 2025.
Hal ini disampaikan oleh Kasat Lantas Polres Tulungagung, AKP Taufik Nabila.
BACA JUGA:Dapur MBG Polres Tulungagung Siap Beroperasi Agustus, Target 3 Ribu Porsi Per Hari

Mini Kidi--
Taufik menjelaskan bahwa operasi ini dilakukan dengan tiga pendekatan. Yakni preemtif, preventif, dan represif.
Meski fokus utamanya adalah edukasi dan pencegahan, bukan berarti pelanggar dibiarkan begitu saja.
"Pada minggu pertama kami lebih menekankan tindakan preemtif dan preventif, namun kami tetap melakukan penindakan terhadap pelanggaran yang terlihat kasat mata," ujar AKP Taufik saat ditemui, kemarin.
BACA JUGA:Kapolres Tulungagung Resmikan Bantuan 6 Sumur Bor
Sesuai data Satlantas Polres Tulungagung, pelanggaran paling dominan adalah pengendara yang tidak memakai helm, yakni sebanyak 1.129 pelanggaran.
Diikuti oleh pengendara yang tidak menggunakan sabuk pengaman sebanyak 1.010 pelanggaran, dan pengemudi di bawah umur dengan 369 pelanggaran.
Selain itu, jenis pelanggaran lainnya juga tercatat adalah pengendara yang melawan arus sebanyak 7 kasus, lalu pengendara yang menggunakan HP saat berkendara sebanyak 4 kasus, pengendara berboncengan tiga sebanyak 4 kasus, dan 731 kasus lainnya.
BACA JUGA:Resmob Macan Agung Polres Tulungagung Ungkap Kasus Pencurian Uang
Berdasarkan profesi, karyawan swasta paling banyak tercatat sebagai pelanggar dengan jumlah 1.412 orang. Disusul pelajar sebanyak 849 anak, kemudian mahasiswa sebanyak 411 orang, pengemudi umum sebanyak 227 orang, dan pedagang sebanyak 159 orang.
"Kalau dilihat dari usia, yang paling banyak melanggar adalah mereka yang berusia 16–21 tahun (944 orang). Generasi muda, nih, yang mestinya jadi agen perubahan malah jadi agen pelanggaran. Disusul usia 22–30 tahun (831 orang) dan 31–40 tahun (647 orang). Usia dini 0–15 tahun bahkan tercatat 469 orang, cukup mengkhawatirkan," urai Taufik.
Sumber:



