umrah expo

Serapan Dana Kelurahan di Surabaya Terganjal Legalitas Lahan

Serapan Dana Kelurahan di Surabaya Terganjal Legalitas Lahan

Rapat LKPJ 2024 antara Komisi A, Bapemkesra, Camat dan Lurah se-Surabaya di ruang paripurna DPRD Surabaya. --

SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID - Penyerapan Dana Kelurahan (Dakel) tahun anggaran 2024 di sejumlah wilayah Kota SURABAYA masih menghadapi kendala serius. Isu klasik mengenai legalitas lahan kembali menjadi sorotan utama yang menghambat pelaksanaan program pembangunan fisik, menyebabkan serapan anggaran di beberapa kecamatan tidak mencapai target.

Fakta ini mengemuka dalam rapat Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) yang digelar oleh Komisi A DPRD Surabaya bersama Bagian Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat (Bapemkesra), serta para camat dan lurah se-Kota Surabaya. 

BACA JUGA:Proyek Dana Kelurahan Dilimpahkan ke Rekanan, Lurah Bulak Banteng Diprotes LPMK, RW dan Pokmas


Mini Kidi--

Anggota Komisi A, Azhar Kahfi, mengungkapkan bahwa meskipun secara umum rata-rata serapan Dakel telah melampaui 80 persen, masih terdapat disparitas yang signifikan antar wilayah. Kecamatan Bubutan menjadi satu-satunya wilayah dengan serapan di bawah ambang batas minimal tersebut.

“Secara umum sudah cukup baik, rata-rata di atas 80 persen. Kecamatan Tambaksari menjadi yang tertinggi, sedangkan Bubutan satu-satunya yang serapannya di bawah 80 persen,” ujar Kahfi.

Menurut legislator dari Partai Gerindra tersebut, akar masalah rendahnya serapan di Kecamatan Bubutan adalah persoalan legalitas aset tanah. Banyak program yang telah direncanakan, seperti pavingisasi dan perbaikan drainase, tidak dapat dieksekusi karena lahan yang akan dibangun belum memiliki status hukum yang jelas.

BACA JUGA:PDIP Surabaya Dorong Dana Kelurahan untuk CCTV Kampung

“Program tidak bisa dieksekusi jika tanah yang akan dibangun belum memiliki kejelasan hukum. Ini jadi hambatan klasik yang terus berulang,” tegasnya.

Kahfi menyoroti lemahnya proses verifikasi pada tahap awal pengusulan program. Ia mempertanyakan bagaimana usulan kegiatan di atas lahan yang bermasalah secara hukum bisa lolos hingga ke tahap perencanaan anggaran.

“Kalau persoalan tanah yang tidak jelas, kok bisa masuk dari awal? Seharusnya ada kanal verifikasi di awal, jadi usulan yang belum jelas legalitasnya tidak lolos ke tahap perencanaan,” jelas politisi muda tersebut.

BACA JUGA:DPRD Surabaya Apresiasi Perubahan Regulasi Dana Kelurahan

Lebih lanjut, dari catatan Komisi A, jika standar minimal serapan dinaikkan menjadi 85 persen, maka akan ada lima kecamatan lain yang masuk dalam daftar wilayah dengan serapan rendah. Kecamatan tersebut adalah Jambangan, Mulyorejo, Wiyung, Tegalsari, dan Tenggilis Mejoyo.

Kahfi menjelaskan bahwa mayoritas alokasi Dakel 2024 masih difokuskan pada pembangunan infrastruktur dasar. Usulan program ini berasal dari aspirasi warga melalui musyawarah perencanaan pembangunan kelurahan (Musrenbangkel) yang diinput oleh kelurahan dan dikoordinasikan oleh pihak kecamatan.

Sumber:

Berita Terkait