Standar Typing Ganteng Menurut Warga TikTok, Sesuaikah dengan Penulisan yang Seharusnya
--
SURABAYA, MEMORANDUM - Di tengah tren dan budaya yang terus berkembang di media sosial, terutama di TikTok, banyak pengguna menganggap bahwa adanya typing atau pengetikan seseorang yang dianggap merupakan typing ganteng dan begitu dipuja-puja. Namun, apakah standar mengetik ini sesuai dengan standar penulisan yang seharusnya?
Inilah beberapa kriteria sebuah pengetikan agar dikatakan sebagai 'typing ganteng':
1. Tidak menggunakan huruf kapital di awal kalimat
Di dunia TikTok, "typing ganteng" telah menjadi topik yang menarik perhatian banyak pengguna. Salah satu kriteria utama yang dianggap sebagai pengetikan yang menarik adalah tidak menggunakan huruf kapital di awal kalimat, yang sebenarnya bertentangan dengan aturan penulisan yang berlaku.
Banyak warga TikTok menganggap bahwa penggunaan huruf kapital di awal kalimat memberikan kesan formal dan kaku, sedangkan penulisan tanpa huruf kapital di awal kalimat dianggap lebih santai dan mengikuti gaya yang lebih alami.
Hal ini mencerminkan bagaimana pengguna media sosial seperti TikTok lebih memilih berekspresi secara informal dan spontan dalam berkomunikasi. Penulisan tanpa huruf kapital di awal kalimat dianggap sebagai cara untuk menunjukkan bahwa seseorang tidak terlalu terikat pada aturan tata bahasa formal, dan lebih fokus pada ekspresi diri yang lebih santai dan ramah.
2. Menyisipkan tulisan dengan Bahasa Inggris
Selain tidak menggunakan huruf kapital di awal kalimat, pengguna juga menganggap menarik jika penulisan dilengkapi dengan bahasa Inggris. Misalnya, menyisipkan kata seperti "it's okay", "don't worry babe", dan lainnya.
Pengguna TikTok cenderung menyukai gaya komunikasi yang campuran antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris ini karena terkesan lebih modern, keren, dan menunjukkan kemampuan bahasa yang luas. Kata-kata dalam Bahasa Inggris juga memberikan kesan percakapan yang santai, penuh gaya, dan menghibur.
3. Tidak menyingkat tulisan
Sebagai seorang perempuan yang merupakan sosok perasa, laki-laki yang menyingkat tulisannya dianggap sedang marah atau terkesan tidak tertarik melakukan percakapan dengannya. Misalnya, mengubah "oke" menjadi "ok", "iya" menjadi "y", "enggak" menjadi "gk", atau "yang" menjadi "yg".
Perempuan seringkali menganggap penggunaan singkatan ini sebagai tanda ketidaktertarikan atau bahkan kemarahan dari lawan bicara mereka. Penyingkatan pesan bisa memberikan kesan kurang peduli atau kurang serius dalam berkomunikasi, terutama dalam konteks percakapan yang bersifat intim atau pribadi.
Hal ini mencerminkan pentingnya penggunaan bahasa yang jelas dan ramah dalam berinteraksi di media sosial. Penggunaan kata-kata lengkap dan tidak disingkat dapat memperkuat kesan bahwa seseorang benar-benar peduli dan menghargai percakapan yang sedang berlangsung.
Sumber: