Risma dan Korupsi Dana Jasmas

Risma dan Korupsi Dana Jasmas

Oleh: Arief Sosiawan (Pemimpin Redaksi) Apresiasi tinggi layak diberikan kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak atas penetapan Agus Setiyawan Jong sebagai tersangka kasus korupsi dana jaring aspirasi masyarakat (jasmas) Kota Surabaya. Apalagi, setelah itu lembaga penegak hukum di bawah komando Rachmat Supriady ini terus memburu calon-calon tersangka lain dengan memanggil kembali beberapa pejabat Pemkot Surabaya, termasuk Kepala Inspektorat Sigit Sugiharso. Langkah ini menunjukkan keseriusan Kejari Tanjung Perak menyelesaikan kasus korupsi jasmas. Langkah-langkah selanjutnya tentu saja ditunggu masyarakat. Itu wajar, sebab mereka mereka pasti ingin tahu dan mengerti akhir kasus yang melibatkan banyak RT (rukun tetangga), anggota DPRD Kota Surabaya, dan pejabat Pemkot Surabaya ini. Kasus ini sejatinya sudah sangat terang sejak awal. Sudah jelas di awal penyidikan. Ada penyelewengan dana Rp 4,9 miliar dan tersangkanya: Agus Setiyawan Jong. Masalahnya, mungkinkah kasus sebesar ini hanya melibatkan satu tersangka? Rasanya tidak mungkin jika hanya Agus Jong seorang yang melakukannya. Tindakan korupsi ini bisa dipastikan melibatkan pihak lain. Sebab, prosedur pengajuan hingga keputusan pencairan dana jasmas tidak bisa dilepaskan dari keterlibatan pejabat Pemkot Surabaya. Sesuai aturan, semua pengajuan dana jasmas dari masyarakat memang ditujukan kepada wali Kota Surabaya. Kebetulan pada tahun pengajuan dana jasmas itu, yakni 2016, wali Kota Surabaya dijabat Tri Rismaharini. Artinya, keputusan pencairan dana jasmas saat itu juga ada di tangan Risma. Begitu pula peran anggota DPRD Surabaya. Dalam kasus ini, fungsi mereka sangat lekat. Karena, pengajuan hingga pencairan dana jasmas harus dikawal anggota DPRD Surabaya, yang memang memiliki “jatah” hingga Rp 3 miliar dari pemerintah kota untuk dibagikan kepada masyarakat konstituennya. Dengan gambaran tadi, kasus korupsi dana jasmas yang bersumber dari APBD Kota Surabaya sudah jelas. Siapa yang terlibat. Dan, siapa yang harus ikut bertanggung jawab! Karena itu, kita harus terus mendukung langkah-langkah kongkret Kejari Tanjung Perak untuk terus mengusut kasus korupsi ini sebagai upaya penegakan hukum agar lembaga hukum di negara kita mencapai kata adil. Tidak lagi tajam ke bawah, tumpul ke atas. Ini sangat penting, karena kasus korupsi yang melibatkan enam anggota DPRD Kota Surabaya: Darmawan (Fraksi Gerinda), Ratih Retnowati (Fraksi Demokrat), Dini Rijanti (Fraksi Demokrat), Binti Rochmah (Fraksi Golkar), Sugito (Fraksi Handep), Syaiful Aidi (Fraksi PAN), sebenarnya sudah pernah ditangani kejaksaan pada 2017, meski sempat tersendat karena dikabarkan ada intervensi dari Wali Kota Risma, yang berusaha menyelesaikan kasus ini agar tidak sampai ke ranah hukum. (*)

Sumber: