Harga Beras Melonjak, Ekonom Unair: Pengaruh El Nino dan Jelang Ramadan
Pakar Ekonomi Unair Prof Sri Herianingrum-Alfin-
SURABAYA, MEMORANDUM - Saat ini mayoritas masyarakat tengah risau akibat kenaikan harga beras yang melonjak tinggi. Hal ini berdampak langsung pada kondisi perekonomian masyarakat.
Melihat situasi ini, Pakar Ekonomi Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Sri Herianingrum menyebutkan bahwa kenaikan harga beras merupakan masalah yang krusial bagi bangsa ini.
“Ini jelas masalah krusial, terutama beras adalah makanan pokok bagi rata-rata seluruh penduduk Indonesia,” kata Prof Sri, Jumat 8 Maret 2024.
Menurutnya untuk mensubstitusi beras dengan makanan lain, kecil kemungkinannya mengingat beras merupakan kebutuhan pokok. Ia juga menekankan terkait pentingnya menjaga stok dan suplai beras kapanpun dan dalam kondisi apapun.
BACA JUGA:Harga Beras Naik Lagi, Ahli Gizi Unair Sarankan Konsumsi Karbohidrat Alternatif Pengganti Makanan Pokok
“Jika terjadi kenaikan harga beras, sementara permintaan tetap tapi suplai menurun. Ini mengakibatkan timbul permasalahan dan harus segera teratasi,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Pakar Ekonomi UNAIR itu mengatakan bahwa kenaikan harga beras saat ini karena beberapa faktor. Mulai dari adanya masalah perubahan iklim dan el nino yang mengakibatkan daerah sentra produksi beras terganggu dalam proses produksi gabah hingga menjadi beras.
“Beberapa daerah sentra produksi kebanjiran, sementara yang lain kekeringan akibat kurangnya curah hujan,” katanya.
Selain sebab cuaca, Prof Sri Herianingrum mengatakan lonjakan harga beras semakin naik, salah satunya karena inflasi jelang momen Ramadan. Sehingga harga beras cenderung naik, karena meningkatnya permintaan beras oleh masyarakat.
BACA JUGA:Memasuki Musim Panen, Harga Beras di Wilayah Lumajang Mulai Menurun
Menurut analisisnya, tingginya harga beras berdampak pada masyarakat utamanya kelas menengah ke bawah atau grass root. Pasalnya, sehari-harinya saja mereka kesulitan untuk membeli beras dengan kualitas medium bahkan premium, apalagi dengan adanya fenomena ini.
“Hal ini cukup memperhatikan karena (mereka) harus beralih ke makanan yang lebih murah. Padahal substitute atau (pengganti beras) seperti jagung atau tiwul pun mengalami kenaikan harga,” tuturnya.
Dalam upaya mengatasi permasalahan itu, Prof Sri Herianingrum menegaskan bahwa kebijakan yang biasa pemerintah lakukan adalah impor beras. Lalu, kebijakan pemerintah dengan BULOG dengan simpanan beras untuk mengatasi situasi dan kelangkaan seperti saat ini melalui program SPHP (Stabilisasi Harga dan Pasokan Pangan).
“Pemerintah membuka kepada kelompok usaha, untuk mengajukan pembelian beras sekian kwintal, beberapa minimarket menjual beras 5 kg seharga 54-55 ribu,” paparnya.
Prof Sri Herianingrum mengatakan solusi untuk permasalahan ini adalah dengan upaya ketahanan pangan melalui kesejahteraan dan subsidi untuk petani. Menurutnya, selama ini petani seringkali mengalami keterbatasan produksi, mulai dari pengeringan gabah menjadi beras.
BACA JUGA:Harga Beras dan Cabai Tinggi, Picu Inflasi di Tulungagung
Ia menekankan subsidi bantuan petani dari proses input hingga proses distribusi. “Pemerintah dapat memberikan bantuan kepada petani hingga masa panen, dengan memberikan alat produksi pertanian, mengintensifkan koperasi bagi Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani),” pungkasnya.(alf)
Sumber: