Petaka demi Panutan
Endradi Prayogo--
FENOMENA anak baru gede (ABG) mendominasi majelis taklim, patut disyukuri. Kesadaran kolektif yang kemungkinan bermula dari kegiatan pertemanan, setidaknya menjadi berkah bagi kita.
Apalagi jika disinggung road map Indonesia Emas tepat pada 100 tahun peringatan kemerdekaan. Kondisi ini jadi modal positif karena remaja-remaja itu kelak yang akan memimpin Nusantara.
Kehadiran mereka menyesaki pengajian Muhammad Iqdam Kholid atau Gus Iqdam, Majelis Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf, Habib Zainal Abidin, Gus Miftah, Cak Nun, dan banyak lagi lainnya tentu saja harus didukung penuh.
Namun apa jadinya jika celaka justru jadi titik akhir. Tak sedikit kabar menyebutkan ABG tanpa identitas ditemukan terluka bahkan sampai kehilangan nyawa. Setelah ditelisik, mereka ternyata hendak atau baru pulang dari pengajian.
Fakta itu tentu saja sangat menyesakkan hati. Niat baik menghadiri majelis taklim sesuai sunnah Nabi Muhammad SAW, justru berdampak duka. Padahal, lazimnya jiwa remaja yang masih labil, mungkin saja mereka terjebak dalam cara-cara yang kurang tepat.
Sehingga ada konsekuensi lebih yang harus ditanggung. Seperti menumpang kendaraan hingga berjalan berombongan kendati lokasi acara ada di luar kota. Tidak perlu mencari siapa yang salah.
Kita hanya perlu menunjukkan tanggung jawab kepada calon pemimpin bangsa ini. Dengan memberi pemahaman, tujuan baik belum tentu berjalan mulus, semulus jalan tol. Bisa jadi karena cara yang tidak tepat, musibah yang mereka alami justru menjadi jalan fitnah, jika acara mulia itu tidak lagi memberi rasa aman bagi jemaahnya.
Sedangkan bagi ulama pemimpin majelis taklim, setidaknya upaya terus mengingatkan bahaya selama perjalanan berangkat dan pulang untuk selalu didengungkan. Sebab, mereka merupakan panutan ABG-ABG yang datang dan ingin mencari berkah dari majelis taklim. (*)
Sumber: