Diskusi Energi dan Migas, Jengker Bojonegoro Hadirkan Bisman Bhaktiar

Diskusi Energi dan Migas, Jengker Bojonegoro Hadirkan Bisman Bhaktiar

Diskusi Energi dan Migas, Jengker Bojonegoro Hadirkan Bisman Bhaktiar -Biro Bojonegoro-

BOJONEGORO, MEMORANDUM - Satu lagi komunitas kajian berdiri di BOJONEGORO. Launching komunitas kajian Jengker BOJONEGORO dilaksanakan, KSK di sekretariatnya Jalan Teuku Umar 48 BOJONEGORO kemarin

M. Daniel Bustomi, penggagas komunitas ini, mengungkapkan pihaknya sengaja menghadirkan Direktur Eksekutif PUSHEP (Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan) Bisman Bhaktiar "dalam launching ini," ujarnya.

Bisman Bhaktiar, meski tinggal di Jakarta, aslinya warga Kecamatan Sumberejo di Bojonegoro.

Dalam kajiannya, Bisman menyatakan energi minyak dan gas bumi yang dimiliki Bojonegoro hari ini bukanlah suatu yang selamanya. Nanti suatu saat itu akan habis.

BACA JUGA:SKK Migas Apresiasi Program Penghijauan dan Sosialisasi Zona Keamanan FSO Gagak Rimang

“Maka, migas yang hari ini jadi penopang pertama APBD Bojonegoro suatu saat akan berbalik menjadi kutukan sumber daya alam. Bojonegoro bisa menjadi ‘kota hantu’ jika masyarakat dan pemerintah tidak sejak awal mengelola migas dengan bijak. Penguasa harus bijak dan mampu melihat Bojonegoro secara menyeluruh. Masyarakat juga harus mengawal penggunaan hasil migas,” ujar Bisman.

Bambang Lugito, mewakili warga yang tinggal bertetangga dengan ladang minyak, menekankan perlunya audit sosial dan audit lingkungan terhadap dampak langsung dan tidak langsung kehadiran perusahaan pengelolaa minyak Bojonegoro.

Ia mengungkap suhu Bojonegoro pernah mencapai 43° Celsius. Bahkan, di beberapa tempat, para pengusaha sarang burung walet di sepanjang Sungai Bengawan Solo ‘gulung tikar’ "akibat dampak suhu panas ini," bebernya.

Warga desa di ring 1 Sukowati EP (pengelola minyak tekanan Pertamina) ini memang merasa belum sepenuhnya kena dampak langsung. Namun, obor dan asap yang mengepul telah berdampak pada tanaman di sekitarnya. “Sering puso, Mas,” katanya.

BACA JUGA:Pasokan Gas SKK Migas Jabanusa Melimpah, 25 Persen Belum Terserap

Dalam diskusi juga terungkap, banyak masyarakat belum tahu keberadaan pengelolaan minyak dan gas bumi di Bojonegoro. Tak heran jika CSR sebagai kewajiban perusahan selama ini baru bersifat ‘pemadam kebakaran’.

Bisman, dalam closing statement, menyebut kehadiran PUSHEP adalah untuk memberikan pendidikan, proteksi hukum, pada masyarakat yang dirugikan perusahaan pengelola migas, juga oleh kebijakan pemerintah. “Prinsipnya, PUSHEP akan mendampingi masyarakat Bojonegoro.”

Acara launching itu juga dihadiri komunitas kajian lainnya. Salah satunya, komunitas Kasjian Sor Keres (KSK) yang dipimpin Dry Subagio.

Menurut Dry, hadirnya komunitas kajian Jengker Bojonegoro ini salah satu indikator masyarakat mulai melek terhadap kondisi sosial, budaya, ekonomi. Bojonegoro memiliki APBD terbesar ke-3 di Inonesia tahun ini. Namun, realitasnya, kondisi kemiskinan makin meningkat. Ekonomi terpuruk akibat ekses kebijakan pembangunan yang tidak banyak memberikan ruang bagi warga lokal, melainkan lebih kepada kontraktor dan warga luar Bojonegoro. Bahkan, sudah tiga kali uang Bojonegoro dihibahkan ke daerah lain, namun DPRD menyetujui begitu aja. (top)

Sumber: