Barcode, Tren Lukai Tangan dengan Cara Disayat Jangkiti Remaja

Barcode, Tren Lukai Tangan dengan Cara Disayat Jangkiti Remaja

Mas Riyanto Riadi, guru SDN Wonokusumo VI Surabaya.--

SURABAYA, MEMORANDUM-Tren barcode atau istilah self harm dengan cara menyayat tangan sedang marak dilakukan oleh kalangan remaja. Hal ini lantas menjadi perhatian banyak pihak. Salah satunya Mas Riyanto Riadi, guru SD Negeri Wonokusumo VI SURABAYA.

Sebagai guru, Riyan merasa miris dan prihatin dengan tren tersebut. Sebab, aksi barcode selain menyakiti diri sendiri juga tidak berfaedah. Terlebih kebanyakan pelakunya merupakan pelajar yang masih duduk di kelas VI SD.

“Tren self harm barcode ini harus menjadi perhatian bersama. Tidak hanya guru, namun juga orang tua. Dibutuhkan kehadiran kita untuk mendengarkan keluh kesah mereka, sehingga para remaja tak sampai melukai dirinya sendiri dan ikut-ikutan tren yang tak berfaedah seperti itu,” kata Riyan, Selasa, 2 Januari 2024.

BACA JUGA:Padukan Pendidikan Berkarakter, Bupati Lamongan Launching Gerakan PADURAKSA

Riyan mengakui tren ini menjadi tanggung jawab guru juga sekolah. Karena guru berperan tidak hanya sebatas transfer knowledge atau pengetahuan, namun juga perlu memahami psikologi anak didik.

BACA JUGA:Teknologi dalam Pendidikan: Bagaimana Digitalisasi Membantu Meningkatkan Pembelajaran di Era Modern?

Sehingga tatkala di sekolah, guru bisa menjadi teman curhat bagi siswa. Tidak hanya melulu berbicara tentang matematika atau pelajaran lainnya.

“Namun guru saja tidak bisa, diperlukan peran orang tua. Karena rerata remaja yang melakukan self harm ini ketika di rumah kurang mendapat perhatian dari orang tua,” jelas Riyan.

Riyan berharap, tren ini berakhir. Tidak ada lagi yang mengikuti. Solusinya, kata Riyan, guru dan orang tua semakin hadir. Lebih banyak mendengar untuk mencegah sang anak berbuat self harm.

“Caranya bisa dengan langsung mendengarkan curhatannya secara intens, menanyakan permasalahannya, berempati, dan memberikan solusi. Apabila si anak pemalu, maka bisa dengan cara menyediakan kotak surat curhat, sehingga si anak mau terbuka,” jelasnya.

Cara-cara tersebut dinilainya ampuh. Riyan pun telah mencobanya kepada siswa yang pernah melakukan aksi barcode.

“Akhirnya berhenti melakukan itu karena sesungguhnya mereka butuh kehadiran seseorang untuk mendengarkan keluh kesahnya,” pungkas Riyan. (bin)

Sumber: