Nasib ASN Bersuamikan Lelaki Mandul (1)

Nasib ASN Bersuamikan Lelaki Mandul (1)

Sejuta Kisah Rumah Tangga--

Terpesona Tetangga Baru yang Janda Molek


Dua belas tahun berumah tangga, Vivin dan Joko (samaran) belum dikaruniai anak. Kondisi ini disikapi dengan sabar. Baik oleh Vivin maupun oleh Joko.

Sikap apatis lebih ditunjukkan Joko. Sebab, tiga dari empat saudara kandungnya memang tidak memiliki momongan.

Hanya kakak pertamanya yang perempuan yang subur. Dua kakak lelakinya sama: keluarganya tidak dikaruniai momongan.

Kondisi mulai berbeda ketika ada tetangga baru. Seorang janda beranak tunggal. Namanya sebut saja Titit.

Mereka tinggal di rumah sebelah kanan rumah Joko bersama satu adik kandung Titit. Namanya sebut saja Iwan.

Entah apa yang terjadi, ketika kali pertama melihat Titit, Joko merasa ada getar Bhalus di hatinya. Dan, ini berkembang dari hari ke hari, minggu ke minggu, dan bulan ke bulan.

Hingga suatu saat Joko benar-benar terpana kala melihat Titit menyirami bunga di halaman rumahnya.

Waktu itu Joko baru pulang dari kerja, sednagkan Titit berdiri di samping deretan bunga mawar memakai celana pendek dan kaus pendek tanpa lengan.

Joko tersenyum kepada Titit, dan Titit membalas senyuman itu dengan senyum dan sapaan singkat, “Malem Pak Joko.”

Joko kaget. “Malem? Wong masih sore gini kok,” batin Joko yang tak bisa melepas pandangan ke kaki Titit. Titit yang sadar diperhatikan Joko malah memainkan gerakan kakinya.

Joko tak kuasa menahan diri. Ditelannnya air liur yang hampir terloncat keluar hingga tersedak. Titit tahu itu dan tersenyum lebar. Sambil melenggang wanita itu lantas balik tubuh dan melangkah masuk rumah.

Joko termangu di bekalang setir.

Mobil Xenia-nya. Bayangannya liar mengembara tak tentu arah. Antara lain dia menafsirkan sapaan “malem” Titit. “Apakah itu berarti dia ngajak bertemu nanti malam?” kata hatinya

Tak berhenti di situ, Joko juga membatin apa salahnya andai dia mengiyakan ajakan itu. Toh dia seorang pria yang mandul dan tak mungkin bisa menjadikan perempuan hamil.

Jadi, tak ada risiko andai dia nekat mengiyakan ajakan Titit. “Tapi masalahnya, apa benar Titit mengajaknya bertemu nanti malem?” protes hatinya.

Joko tersenyum merasakan bayangannya yang semakin liar. Tapi jujur saja, dia tidak bisa melupakan gerak-gerik kaki Titit tadi. Gerakan penuh makna yang sayang apabila disepelekan.

Sebagai lelaki sejati, Joko merasa tidak bisa mendiamnkan tantangan Titit yang disampaikan melalui isyarat-isyarat itu.

Isyarat yang jelas makna dan tafsirnya. Yang tidak mudah dilupakan, bahkan cenderung minta jawaban nyata.

Joko tersenyum sendiri. Membayangkan apa yang terjadi andai bertemu dengan Titit, nanti malam, adalah kebahagiaan tersendiri di hatinya.

Dari sekadar senyum, Joko mengubah garis bibirnya menjadi tawa dan gerakan memukul setir di bawah tangannya. Terdengar bunyi klakson yang amat keras dan panjang. Diiin… (jos, bersambung)

 

Sumber: