Grup WA Marak, Reuni Menjamur, CLBK pun Mewabah (3)

Grup WA Marak, Reuni Menjamur, CLBK pun Mewabah (3)

Eko Minta Imbalan seperti Yang Diberikan Susana kepada Gondo Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Semalaman Susana tidak tidur. Matanya seperti ada yang mengganjal. Tidak bisa dipejamkan. Akhirnya dia masuk kamar mandi, menyalakan kran bathtub, lantas mengisinya dengan air hangat. Susana berendam. Sekitar pukul 06.00 lebih HP-nya berdering. Dikiranya dari Gondo lagi. Ternyata bukan. Dari Eko. Susana ragu menerimanya. Karena itu dia menaruh HP-nya kembali di lantai dekat bathtub. Deringnya berhenti sejanak, namun tak lama kemudian berbunyi lagi. Demikian terjadi berulang-ulang. Risih, Susana akhirnya mengangkat HP tadi. “Ya, halo. Ada apa?” tanya Susana. Sepi. Tidak ada jawaban. Hanya terdengar napas memburu. “Sus, aku tidak akan membuka rahasiamu dengan Gondo,” kata Eko menggantung. Susana mengaku tidak enak. Sepertinya bakal ada kelanjutan kalimat yang tidak akan enak didengar. Walau begitu, Susana menjawabnya. “Terima kasih,” tuturnya singkat. Lirih. Ada kekhawatiran tersembunyi di balik kalimat singkat itu. “Hanya terima kasih?” kata Eko. “Ya, hanya itu yang bisa aku lakukan.” “Tidak. Kau bisa memberiku lebih.” “Maksudmu?” “Aku menunggumu di tempat parkir. Kita berjalan-jalan sejenak menghirup udara segar.” “Apa yang kau mau?” “Sudahlah. Mengapa harus tanya segala?” “Kurang ajar!” “Oke. Nggak apa-apa. Aku akan menelepon Indasah dan memintanya mengambil barang yang tertinggal di mobil Gondo.” Susana kehilangan kata-kata. Dia diam sejuta bahasa. Eko berkali-kali menghalo-halo tapi tidak direspons. “Baiklah. Aku putus sambungan telepon ini dan ganti menelepon Indasah,” acam Eko. Mendengar itu, Susana seperti tersadar dari hipnotis. Dia mencoba sekuat tenaga fokus menghadapi Eko. “Baiklah, aku mengerti. Tunggulah di tempat parkir. Aku butuh waktu karena belum mandi. Tunggulah di sana sekitar setengah jam lagi,” kata Susana. “Baiklah cantik. Kutunggu, muuuachhh,” kata Eko bersemangat. Susana bergegas menyelesaikan mandinya. Dia segera berdandan dan mengemasi seluruh pakaian. Tak lama. Hanya sekitar lima menit. Setelah itu dia menyambar teleponnya kembali, yang sebelumnya digeletakkan di lantai dekat bathtub. Susana membuka aplikasi Grab. Taksi online yang kebetuan baru menurunkan penumpang itu langsung menjemputnya. Sepanjang perjalanan ke Surabaya, Susana berpikir apa yang harus dia lakukan selanjutnya. Yang jelas dia tidak bakalan menemui lagi teman-temannya semasa SMA. Baik Gondo, apalagi Indasah, apalagi Eko. Dia akan menghilang dari mereka. Tapi ke mana? Rumahnya di Surabaya sering mereka kunjungi, sehingga tempat itu tidak lagi menjadi tempat yang aman dan nyaman. “Lalu ke mana?” pikir Susana. Mendekati Surabaya, tepatnya sesampai Krian, Sidoarjo, Susana baru menemukan solusi yang dia anggap terbaik. Dia memerintahkan sopir Grab menuju Bandara Juanda. “Sampai di sini ceritanya. Aku akan terbang ke Pekanbaru, tempat anakku. Aku akan tinggal di sana. Mungkin sementara, tapi lebih mungkin selamanya. Aku akan momong cucu di sana. Aku akan meninggalkan semuanya. Terima kasih. Untuk Mas Gondo dan Indasah, maafkan aku.” (habis)

Sumber: