Prostitusi di Era Digital: Tantangan dan Aturan Hukum di Indonesia

Prostitusi di Era Digital: Tantangan dan Aturan Hukum di Indonesia

CEO & Founder PT TOP Legal Group Anis Tiana Pottag, S.H., M.H., M.Kn. M.M. --

Oleh:

Anis Tiana pottag, S.H., M.H., M.Kn., M.M

CEO & Founder of PT TOP Legal Group

 

CEO & Founder of PT TOP Legal Group Anis Tiana Pottag, S.H., M.H., M.Kn., M.M mengatakan, era digital telah membawa transformasi besar dalam banyak aspek kehidupan, termasuk dalam praktik prostitusi. 

Anis menambahkan, jika dahulu prostitusi terjadi dalam lingkup fisik, kini fenomena ini telah merambah dunia maya, memberikan kemudahan bagi pelaku namun sekaligus memberikan tantangan baru dalam penegakan hukum.

Beberapa faktor yang mempengaruhi pergeseran ini adalah kemudahan akses teknologi dan anonimitas yang ditawarkan oleh dunia digital.

BACA JUGA:Meminimalisir Risiko: Mengenal Aturan Pengadaan Barang dan Jasa untuk Hindari Proyek Fiktif

Sejumlah platform online memfasilitasi pertemuan antara penyedia dan konsumen jasa seks, sementara anonimitas digital memberi kesempatan bagi mereka untuk menyembunyikan identitas mereka, sehingga mempersulit pihak berwajib untuk mengidentifikasi dan melacak kegiatan ilegal.

BACA JUGA:Hati-hati! Kesalahan Pajak Penghasilan Pasal 21 Ini Bisa Buat Anda Dipenjara!

Namun, di Indonesia, sejumlah regulasi telah ada untuk mengatur praktik prostitusi, termasuk yang berlangsung di ranah online:

 

1. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana):

- Pasal 296 KUHP: Menyatakan bahwa setiap individu yang dengan sengaja memfasilitasi tindakan cabul antara dua pihak dan menjadikannya sebagai mata pencaharian dapat dikenakan sanksi pidana penjara maksimal satu tahun empat bulan atau denda maksimal lima belas ribu rupiah.

- Pasal 506 KUHP: Terfokus pada pihak yang mendapatkan keuntungan dari tindakan cabul seorang wanita, terutama jika dijadikan sebagai mata pencaharian. Ancaman sanksinya adalah kurungan hingga satu tahun.

- Pasal 284 KUHP: Mengatur tentang zina. Penuntutan berdasarkan pasal ini hanya dapat dilakukan jika ada pengaduan dari pihak yang dirugikan.

 

2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi:

- Pasal 30 dan pasal 4 ayat (2) huruf d: Memberikan sanksi bagi siapa saja yang menyediakan jasa pornografi, termasuk menawarkan atau mengiklankan layanan seksual.

 

Sumber: