Peringati Hari Paru-Paru Sedunia, Dokter Spesialis Paru RSUD Jombang Jelaskan Bahaya PPOK
dr. Yuniasri Puspito Rini, Sp.P saat talkshow terkait PPOK di ruang Humas RSUD Jombang.--
"Semakin banyak dan semakin lama, maka risiko akan semakin besar. Definisi perokok adalah orang yang pernah menghisap rokok 100 batang atau lebih semasa hidupnya," bebernya.
Yuniasri menegaskan, ada beberapa hal yang berkaitan dengan risiko timbulnya PPOK. Pertama asap rokok dari perokok aktif dan pasif dengan jenis rokok cigarette, kretek, cerutu, klobot, rokok putih (mild), rokok elektrik/VAPE. Kedua polusi udara, dimana polusi dalam ruangan seperti asap rokok, asap dapur (kayu, serbuk gergaji, batu bara, minyak tanah).
"Ketiga polusi luar ruangan, seperti asap kendaraan bermotor, asap pabrik. Pajanan zat di tempat kerja seperti bahan kimia, zat iritan, gas beracun. Genetik (defisiensi alfa 1 antitripsin). Jenis kelamin laki-laki lebih banyak terkena," tegasnya.
"Ketujuh yakni tumbuh kembang paru pada bayi lahir dengan BB rendah mempengaruhi nilai faal paru. Terakhir Sosial ekonomi, dimana infeksi paru berulang (kolonisasi bakteri, infeksi virus dan bakteri berperan meninbulkan eksaserbasi)," lanjutnya.
Menurut dr. Yuniasri, bisa terjadi PPOK dikarenakan paparan asap dan zat berbahaya terus menerus dalam jangka panjang yang menyebabkan keradangan di saluran napas dan paru yang berakibat kerusakan jaringan paru, sel-sel radang pada PPOK meningkat, saluran napas melebar.
"Bertambahnya lendir karena jumlah sel goblet meningkat dan bertambah besarnya kelenjar, kerusakan alveolar, emfisematous (paru molor)," ujarnya.
Diagnosis PPOK yaitu Sesak progresif, memberat dengan aktivitas, menetap sepanjang hari, napas berat, ngongsrong, dapat disertai bunyi mengi, Batuk kronik hilang timbul, kadang berdahak kadang tidak. Riwayat terpapar asap rokok maupun zat berbahaya.
"Faal paru (obstruktif), Foto thorax (hiperinflasi, hiperlusen, ICS melebar, emfisematous, diafragma mendatar)," jlentreh dr. Yuniasri.
Yuniasri menerangkan, ada beberapa penyakit yang menyerupai PPOK. Seperti Asma (onset kanak-kanak, reversible, gejala bervariasi, disertai alergi, riwayat keluarga+).
Gagal jantung kongestif (suara napas ronchi, jantung membesar, faal paru restriktif) Bronkiektasis (sputum produkti dan purulent, suara napas ronchi kasar, Rontgen pelebaran dan penebalan bronkus).
"TB paru dengan onset segala usia, Rontgen fibroinfiltrat, kuman penyebab MTB, dan Bronkiolitis pada onset usia muda, bukan perokok," terangnya.
Dokter perempuan alumni Universitas Airlangga ini mengimbau kepada masyarakat, untuk menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah perburukan fungsi paru.
Salah satunya dengan mengurangi kecemasan penderita, memberikan semangat hidup, meningkatkan kualitas hidup penderita.
"Berhenti merokok, baik aktif maupun pasif," imbaunya.
Apabila masyarakat mengidap penyakit paru, maka ada beberapa obat yang bisa dikonsumsi. Yaitu Bronkodilator (golongan antikolinergik, agonis beta 2, kombinasi keduanya, golongan xantin), Anti inflamasi (corticosteroid), Antibiotik (saat terjadi eksaserbasi), Antioksidan (asetyl systein), Mukolitik (ambroxol, erdostein), Antitusif (bila perlu).
Sumber: